Latest News

Showing posts with label Politik Baik. Show all posts
Showing posts with label Politik Baik. Show all posts

Friday, January 11, 2019

SUTAMI, SRI MULYANI DAN JOKOWI



Tulisan Prof Agus Budiyono, alumni ITB & MIT (Massachusetts Institute of Technology, Amerika)

"SUTAMI, SRI MULYANI DAN JOKOWI"

Saya dididik dan dibesarkan di sebuah lingkungan khusus di Amerika yang membuat saya tidak mudah gumunan. Di kelas sy setiap orang praktis adalah pelajar terbaik di negaranya. Di departmen sy ada pelajar terbaiknya Imperial College-London, juaranya Tokyo Tech, nomor satunya Seoul National University dsb.  Rata-rata IQ di kisaran 150 dan bila orang asing, TOEFL di sekitar 648 (sekitar betul semua), dan pada ujian tertentu sebagian besar adalah pemegang patent di bidangnya. Lab mereka pada zamannya mengembangkan teknologi yang meresponse serangan Jepang di Pearl Harbor yang membantu memenangkan Amerika di Perang Dunia.  Rombongan yang datang sebelumnya adalah kelompok kunci yang menjawab tantangan Soviet yang meluncurkan Sputnik dan menempatkan manusia pertama di ruang angkasa. Selang beberapa tahun kemudian Amerika mampu mendaratkan manusia di Bulan. Kelompok seangkatan saya adalah yang mampu melahirkan perusahaan sekelas Google dan Amazon. Yang menjadi motor utama industri di Route 95 (pantai timur) dan Silicon Valley (pantai barat). Capaian semua ini saya anggap wajar dan biasa saja, pas dan sesuai dengan arus, latar belakang dan milleunya.

Namun demikian dalam setting di tanah air, saya justru menemukan beberapa fenomena yang membuat saya kagum. Bisa Gumun kali ini.  Bilamana pencapaian orang-orang MIT itu saya anggap luar biasa, maka apa yang saya kagumi di Indonesia justru bahkan lebih dari luar biasa. Different league. Different level.

Sy ingin mengkristalisasi rasa kagum dan hormat ini dengan tiga figur yang saya jadikan judul di atas.  Hanya kebetulan saja, sekali lagi, ketiganya sama-sama dari Jawa dengan latar belakang budaya dan filosofi yang saya pahami. Ketiganya orang-orang hebat yang menggunakan filosofi: "nglurug tanpa bala, sugih tanpa banda dan menang tanpa ngasorake."  Saya jauh mengagumi beliau-beliau ini dibandingkan apa yang saya lihat dan alami sendiri di almamater saya. Kenapa?

Orang-orang MIT itu hebat dan lingkungannya memahami mereka dan oleh karena itu mereka bisa mengapresiasinya. Oleh karena itu wajar dan malah expected. Sementara itu ketiga figur yang saya kagumi berada di lingkungan dimana orang-orang yang justru dibantu dimakmurkan ekonominya, yang menggunakan kemudahan yang mereka ciptakan dan menikmati suasana kondusif (ipoleksosbud hankam) yang mereka perjuangkan, banyak yang tidak paham. Boro-boro menghormati. Namun demikian, ini yang saya kagum dan perlu banyak belajar, mereka semua tidak bergeming. Diremehkan juga tenang saja. Dicaci maki juga tidak gusar. Difitnah sana sini, juga tetap sabar. Pendeknya ketiganya mewakili, saya sebut dengan bangga dan haru, kualitas penduduk nusantara yang unggul dan mumpuni. Kewl dan kewreeen. Pantas untuk menjadi pemimpin dan memimpin bangsa sebesar Indonesia dengan semua kompleksitasnya.

Masing-masing berkontribusi pada bidang keahlian yang berbeda. Juga mempunyai jalur karir yang sama sekali beda. Namun ada kesamaan benang merah dari ketiganya. Kesamaan yang distinct and unmistakeable. Dalam pengamatan saya, ketiga figur adalah orang-orang yang lurus. Orang yang lempang hatinya. Figur yang hatinya tidak terbeli dengan kekuasaan dan kekayaan. Figur yang bisa menjadi panutan dan teladan dalam hiruk pikuk perubahan global yang serba cepat. Dunia berubah. China dan Amerika berubah. Eropa berubah. Di masa yang tidak terlalu jauh, China akan menjadi ekonomi no 1, menggeser Amerika yang turun jadi no 2. China tidak akan menjadi negara berpenduduk terbanyak, posisinya diganti India. Indonesia dalam konstelasi tersebut, diprediksi akan menjadi ekonomi no 5. Negara makmur, tidak ada penduduk yang berkategori miskin. Bangsa Indonesia perlu pegangan dalam lingkungan yang serba berubah cepat ini.

Saya merasa sosok Sutami, SMI dan Jokowi adalah mercusuar di tengah ketidakpastian gelombang laut dalam langit yang kelam. Bisa diandalkan untuk menjadi pegangan dalam menentukan arah. Ketiga figur tersebut, nilai-nilai hidupnya selayaknya dicontoh, diteladani dan diambil pelajarannya untuk generasi sekarang dan utamanya generasi millenials, Y dan Z. Figur yang berprestasi tinggi, dengan pengakuan dunia, tapi tetap tawadu’ dan rendah hati. Figur yang tidak serakah, tidak tamak dengan kekuasaan, tidak menyodor-nyodorkan anak-anaknya, istri atau suaminya, saudara-saudaranya, untuk ikut memanfaatkan kemudahan-kemudahan, privilege atau keistimewaan dari jabatan atau pun bahkan pengaruh yang mereka punya.

Siapa orang Indonesia tidak kenal dengan Menteri Sutami, menteri termasyhur dalam sejarah NKRI? Sutami, berkat reputasinya, adalah satu2nya menteri era Soekarno yang tetap dipilih oleh Soeharto di kabinetnya. Hidupnya lurus lempang tidak ada cacat. Empat belas (14) tahun menjadi menteri tapi tidak mempunyai rumah sendiri. Pernah listriknya diputus karena terjadi tunggakan. Pak Jokowi juga menjadi presiden pertama RI yang mendapatkan recognisi dan strong opinion tentang komitmennya menciptakan pemerintahan yang bersih. Hal ini karena beliau benar-benar walk the talk. Bukan lamis-lamis lambe. Bukan NATO. Menerapkan dalam kesehariannya. PM Mahathir menyebutnya secara khusus standar Jokowi “reaching the unprecendented level” dalam sejarah Indonesia. Penting ini karena datang dari tetangga sebelah yang tahu rumah tangga kita. Pemimpin bisnis terdepan China, Jack Ma, juga memberikan pujian kepada Jokowi tentang resiliencenya dalam menghadapi badai fitnah. Begitu juga dengan pemimpin-pemimpin dari Korea yang langsung saya dengar sendiri. Mereka semua all in kepercayaannya kepada Jokowi. Mereka mengatakan bila Indonesia bisa dijaga untuk tetap bisa memunculkan pemimpin seperti Jokowi maka memang sudah keniscayaan Indonesia akan menjadi salah satu dari 4 adidaya dunia. Beberapa pemimpin Korea, saya tahu peris karena langsung membantu, sudah menaruh uangnya di pasar investasi Indonesia. Orang Korea, bahkan dalam level pemimpin, saja percaya. Masak kita yang asli orang Indonesia tidak? 

Saya tidak heran, bila selama perjalanan bisnis terakhir saya ke Seoul selama lima hari bertemu dengan pimpinan 16 perusahaan besar Korea. Mereka semua, semuanya, bertanya dan ingin memastikan pemerintah sekarang berlanjut ke periode berikutnya. Saya mengatakan dan mengafirmasi dari big data saya, jawabannya YA. Saya mahfum dari pengamatan saya mengajar dan mendirikan bisnis di sana selama 8 tahun, bahwa pemerintah yang bisa menciptakan iklim bisnis yang certain, yang pasti, sangat diharapkan untuk keberlanjutan bisnis dan investasi jangka panjang. Prinsip ini sebenarnya yang menjadi sokoguru Keajaiban Ekonomi Korea (The Mirable of Han River). Dunia bisnis tidak menyukai kecenderungan kepada hal yang serba tidak pasti. Yang abu-abu dan tidak jelas juntrungnya. Yang perlu maneuver pat pat gulipat. Pong pong garengpong. Ini semua dibersihkan ketika figur seperti Jokowi dan Sri Mulyani menjadi pimpinan. Tujuannya adalah menciptakan iklim bisnis dan investasi yang mempunyai kepastian. Yang sehat dan saling memakmurkan dalam semangat kolaborasi dan bahu-membahu antar komponen bangsa bahkan antar bangsa.

Kemarin sy menghadiri dan mengikuti dengan seksama paparan Kepala Bappenas, Professor Bambang S Brodjonegoro, di Fairmont Jakarta, berisi “Sosialisasi Visi Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur. Banyak faktor disebut sebagai prerequisite agar Visi Indonesia 2045 bisa terwujud. Bagi saya yang paling penting adalah SDM yang perlu disiapkan untuk menjadi pemimpin Indonesia. Haruslah sosok-sosok yang tidak hanya cerdas, tapi juga bermoral dan berakhlak yang baik. Yang bisa amanah bila diberi mandat dan kepercayaan.

Figur seperti Sutami, Sri Mulyani Indrawati dan Jokowi.

P.S.
Mohon bantu dishare dan disebarluaskan ke berbagai kalangan terutama generasi penerus. Kita bersama saling mengingatkan dalam kebaikan. Menjaga agar suasana Indonesia sehat dan kondusif. Akan baik bila ajakan ini bisa dibaca jutaan orang Indonesia demi pendidikan karakter bangsa.

Monday, January 7, 2019

PSI Beri “Kebohongan Award” untuk Prabowo, Sandiaga, dan Andi Arief


Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memberikan “Kebohongan Award Awal Tahun 2019” kepada Capres Prabowo Subianto, Cawapres Sandiaga Uno, dan Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief.
“Baru saja membuka awal tahun, sudah terjadi tsunami hoax, tsunami fitnah. Karena itu PSI merasa perlu memberikan penghargaan kebohongan kepada tiga orang,” kata Sekjen PSI, Raja Juli Antoni, dalam konferensi pers di basecamp DPP PSI, Jl. Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jumat (4/1/2019).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPP PSI, Tsamara Amany, menegaskan acara pemberian piala kebohongan ini merupakan peringatan kepada publik agar tidak menganggap berita bohong menjadi hal yang normal dalam politik.
“Ini merupakan peringatan kepada publik agar tidak terjadi normalisasi kebohongan,” kata Tsamara. Ia mengatakan piala dan piagam penghargaan kebohongan diberikan kepada tiga politisi sesuai kategori kebohongan yang mereka lakukan
“Kebohongan terlebay, paling lebay, kami berikan kepada Prabowo Subianto yang mengatakan bahwa selang cuci darah di RSCM dipakai oleh 40 orang,” kata Tsamara.
“Kebohongan selanjutnya, yaitu kebohongan hakiki, yang layak disematkan kepada Sandiaga Uno, atas pernyataan membangun tol tanpa utang. Padahal kita tahu, ternyata ada pinjaman dari bank sebesar 8,8 triliun” tegas dia.
Tsamara melanjutkan, “Ada juga penghargaan kebohongan terhalu untuk Andi Arief, yang menyebutkan ada 7 kontainer berisi surat suara yang sudah dijoblos. Tiap kontainer disebut berisi 10 juta suara, artinya ada 70 juta surat suara yang sudah dicoblos.”
Menyambung Raja Juli Antoni dan Tsamara Amany, juru bicara dan caleg PSI dapil Sumatera Utara III, Dara Adinda Kesuma Nasution, menambahkan penghargaan ini bertujuan untuk memberikan pendidikan politik kepada publik.
“Jadi, yang dilakukan PSI ini jangan dilihat dari gimmick semata. Ini bagian dari pendidikan politik, bahwa partisipasi apa pun diperbolehkan dalam demokrasi, asal bukan menyebarkan hoax atau berita bohong,” ujar lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia itu.
Di halaman Kantor DPP PSI, acara ditutup dengan penyerahan 3 piala dan piagam kebohongan kepada pengemudi ojek online untuk dikirim ke Badan Pemenangan Nasional Prabowo–Sandi dan kantor DPP Partai Demokrat.

Source: https://psi.id/berita/2019/01/04/psi-beri-kebohongan-award-untuk-prabowo-sandiaga-dan-andi-arief/

Saturday, January 5, 2019

“Siapa yang bilang politik itu jahat atau tidak bagus? Politik itu baik!”


“Siapa yang bilang politik itu jahat atau tidak bagus? Politik itu baik!”
(21/06/2018)

Mengapa orang Katolik selama ini tidak banyak muncul ke dunia politik? Bukankah dengan terjun ke dunia politik berarti kita ikut memberi garam dan terang dunia? Salah satu kelemahan Gereja Katolik selama ini adalah kurang merespon situasi politik Indonesia dan kaderisasi. Contohnya, setelah era Frans Seda, Cosmas Batubara, dan YB Sumarlin, Gereja Katolik seperti kehabisan stok tokoh Katolik.

Pastor Benny Susetyo Pr mempertanyakan hal itu dalam seminar bertema “Gereja Katolik dalam Pusaran Dunia (Politik): Quo Vadis?” di Gedung Srijaya, Surabaya, 10 Juni 2018 yang dihadiri sekitar 500 peserta.

“Apakah peran kita (Gereja Katolik) menghadapi situasi semacam itu? Bolehkah pastor dan Gereja Katolik berpolitik praktis? Bolehkan umat Katolik ikut berpolitik praktis? Pertanyaan-pertanyaan itu pun diangkat oleh Pastor Benny yang saat ini bertugas sebagai Satgas Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam “Gereja dalam Panggung Politik.”

Seraya menghimbau dan memotivasi semua generasi muda Katolik dan umat Katolik untuk terjun di bidang politik, Pastor Benny bertanya, “Siapa yang bilang politik itu jahat atau tidak bagus? Politik itu baik!”

Maka, Pastor Benny mengajak umat Katolik untuk “berdiri sejajar dengan yang lain dalam membangun bangsa dan negara” dan mengkritik umat dan pastor yang setiap saat hanya sibuk mengurus paroki tapi tidak melihat ke luar. “Kita ini hanya berpikir paroki, hanya sibuk di dalam. Setiap kali yang dipikirkan rapat paroki, tetapi kita tidak berpikir ke luar. Harusnya sebagai umat Katolik, sebagai garam dan terang dunia, kita terjun ke dunia politik juga,” tutur imam itu.

Kelemahan lain umat Katolik adalah tidak saling mengalah dan tidak saling mendukung. “Misalnya dalam satu dapil, harusnya kita berikan kesempatan kepada calon kita yang secara kemampuan luar biasa untuk maju menjadi anggota legislatif. Tetapi yang terjadi apa? Kita malah royokan di dapil itu, sekitar 4-5 orang Katolik di situ. Hasilnya, kita kalah melulu,” jelas imam itu.

Pastor Benny juga melihat Gereja Katolik “tidak menyiapkan pendidikan dan kaderisasi politik” tetapi “hanya sibuk urusan di dalam, bertengkar di dalam, rapatnya paling ramai, jago kandang.”

Maka, Pastor Benny menghimbau peserta seminar untuk mulai belajar dari Romo Van Lith  yang meletakkan dasar Katolik di Jawa. Karena yakin bahwa pewartaan Gereja tidak akan berhasil kalau Gereja tidak menjadi Gereja pribumi, jelas imam itu, “Romo Van Lith awalnya tidak membangun gereja tetapi membangun manusia.”

Awalnya van Lith bukan membangun gereja tetapi sekolah dan kursus-kursus untuk ibu-ibu warga setempat. “Dari inilah muncul tokoh-tokoh Katolik yang nantinya menjadi  peletak dasar tokoh-tokoh Katolik yakni tokoh politik, tokoh berpengaruh, karena baru sadar investasi manusia lebih penting.”

Namun saat ini, sebaliknya, investasi tanah dan gedung lebih penting. “Dewan paroki datar-datar saja. Kalau urusan pembangunan gereja umat antusias, kalau urusan kaderisasi umat tidur karena merasa tidak penting.”

Akhirnya, imam itu mengamati, “kita seperti ini, bukan menyiapkan manusia yang mampu menjadi tanda sarana hadirnya Allah itu, karena keberhasilan diukur dari materi bukan kualitas manusianya. Bagaimana Gereja bisa hadir menjadi ajur ajer, menjadi terang dan garam dunia, itu tidak pernah dipikirkan.” (herman yos k)


https://penakatolik.com/2018/06/21/pastor-benny-susetyo-siapa-yang-bilang-politik-itu-jahat-atau-tidak-bagus-politik-itu-baik/

Friday, December 28, 2018

Surat Terbuka untuk Amien Rais


Saudara Amien Rais yang kami hormati,
Setelah memerhatikan perkembangan kehidupan politik di negeri kita Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini, khususnya kiprah Saudara sendirian ataupun bersama Partai Amanat Nasional (PAN), kami sebagai bagian dari penggagas dan pendiri PAN merasa bertanggung jawab dan berkewajiban membuat pernyataan bersama dibawah ini demi mengingatkan akan komitmen bersama kita pada saat awal pendirian partai sebagai berikut:

1. PAN adalah partai reformasi yang menjunjung tiggi kebebasan berpendapat dan menegakkan demokrasi setelah 32 tahun dibawah kekuasaan absolut orde baru yang korup dan otoriter.

2. PAN adalah partai yang berazaskan Pancasila dengan landasan nilai-nilai moral kemanusiaan dan agama.

3. PAN adalah sebuah partai modern yang bersih dari noda-noda orde baru dan bertujuan menciptakan kemajuan bagi bangsa.

4. PAN adalah partai terbuka dan inklusif yang memelihara kemajemukan bangsa dan tidak memosisikan diri sebagai wakil golongan tertentu.

5. PAN adalah partai yang percaya dan mendukung bahwa setiap warga negara berstatus kedudukan yang sama di depan hukum dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara, tidak mengenal pengertian mayoritas atau minoritas.

Dengan menggunakan kacamata prinsip-prinsip PAN tersebut diatas, kami mendapatkan kesan kuat bahwa Saudara Amien Rais (AR)  sejak mengundurkan diri sebagai ketua umum PAN sampai sekarang, baik secara pribadi maupun mengatasnamakan PAN, seringkali melakukan kiprah dan manuver politik yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip itu.

- Saudara makin lama makin cenderung ekslusif, tidak menumbuhkan kerukunan bangsa dalam berbagai pernyataan dan sikap politik saidara..

- Saudara sebagai tokoh reformasi yang ikut berperan dalam mengakhiri kekuasaan orde baru, telah bersimpati, mendukung, dan bergabung dengan politisi yang beraspirasi mengembalikan kekuatan orde baru ke kancah politik Indonesia

- Saudara telah menjadikan agama sebagai alat politik untuk mencapai tujuan meraih kekuasaan.

- Saudara sebagai ilmuwan ilmu politik telah gagal mencerdaskan bangsa dengan ikut mengeruhkan suasana dalam negeri dalam menyebarkan berita yang jauh dari kebenaran tentang  kebangkitan PKI di negeri kita.

- Saudara sebagai orang yang berada diluar struktur utama PAN terkesan berat menyerahkan kepemimpinan PAN kepada generasi berikutnya dengan terus menerus melakukan manuver politik yang destruktif bagi masa depan partai.

Atas dasar pertimbangan semua itu, kami sebagai bagian dari pendiri PAN yang bersama saudara saat itu meyakini prinsip-prinsip yang akan kita perjuangkan bersama, menyampaikan surat terbuka ini sebagai pengingat dari sesama kawan.

Untuk itu barangkali sudah saatnya Saudara mengundurkan diri dari kiprah politik praktis sehari-hari, menyerahkan PAN sepenuhnya ke tangan generasi penerus, dan menempatkan diri Saudara sebagai penjaga moral dan keadaban bangsa serta memberikan arah jangka panjang bagi kesejahteraan dan kemajuan negeri kita.

Salam hormat dari kami semua,
Jakarta,  26 Desember 2018
Abdillah Toha
Albert Hasibuan
Goenawan Mohammad
Toeti Heraty
Zumrotin

Sunday, December 23, 2018

UNTUK HMI YANG UNJUK RASA BELA MUSLIM UIGHUR DI CINA

Ilustrasi saja

SURAT TERBUKA UNTUK HMI YANG UNJUK RASA BELA MUSLIM UIGHUR DI CINA
oleh Novi Basuki, santri yang kini terdaftar sebagai Mahasiswa Sun Yat-sen University, Guangdong, Cina

MOJOK.CO – Santri yang lagi kuliah di Cina ini bikin surat terbuka untuk sahabat-sahabat HMI yang melakukan demo ke Kedutaan Besar Cina di Jakarta soal bela muslim Uighur.

Oke, jadi begini.

Disebabkan kakanda dan ayunda sekalian sudah ngegas duluan dengan menggelar unjuk rasa serempak di beberapa kota wabil khusus di Kedutaan Besar Cina di Jakarta, saya merasa tak perlu untuk banyak berbasa-basi di surat ini. Saya mau langsung ke pokok permasalahan saja.

Begini. Ada satu kalimat dalam Kitab Han (Han Shu) susunan Ban Gu (32–92) yang berbunyi: “Bai wen bu ru yi jian.”

Terjemahan ugal-ugalannya: “Informasi yang didapat dari mendengar penuturan orang sebanyak seratus kali, keakuratannya akan kalah dengan yang diperoleh dari melihat sendiri meski cuma sekali.”

Saya tiba-tiba kepikiran wejangan tersebut sehabis membaca berita berisi pernyataan kakanda Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Ketum PB HMI) yang bilang kaum Uighur di Xinjiang “dilarang beragama” oleh Pemerintah Cina.

Terus terang saya kaget dibuatnya. Awalnya saya kira medianya yang salah kutip. Eh, setelah saya menemukan video di Youtube, ternyata kakanda Ketum PB HMI memang mengatakan begitu dalam orasinya yang heroik di depan gedung Kedubes Cina, kemarin (18/12).

Saya jadi pengin tahu dari mana sebenarnya kakanda Ketum PB HMI mendapatkan informasi itu? Semoga bukan dari Ibu Ratna Sarumpaet ya?

Bukan apa. Sependek dan sesempit pengetahuan saya yang sejak 2010 menimba ilmu di Cina, saya tidak pernah tahu kalau Pemerintah Cina sampai melarang warganya dari suku mana pun untuk menganut agama apa saja yang hendak diimani.

Mau memeluk agama yang mesiasnya bernama Hulaihi Wasalam—umpamanya—ha monggoh. Tak akan ada masalah. Konstitusi Cina menjaminnya.

Makanya, kalau kakanda Ketum PB HMI lagi selo, saya sarankan membaca soal jaminan kebebasan beragama ini dalam Undang-Undang Dasar Cina Bab 2 Pasal 36. Agar nggak ganggu jadwal demo kakanda Ketum PB HMI yang padat merayap, saya bantu kutipkan sekaligus alihbahasakan di sini:

Warga negara Cina mempunyai kebebasan beragama. Instansi negara, kelompok masyarakat, dan perorangan tidak boleh memaksa warga negara untuk menganut agama atau tidak menganut agama.

Tidak boleh mendiskriminasi warga negara yang menganut agama dan yang tidak menganut agama. Negara melindungi aktivitas keagamaan yang normal (zhengchang de zongjiao huodong). Siapa pun tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat merusak ketertiban sosial, merugikan kesehatan warga negara, dan merintangi sistem pendidikan negara dengan menggunakan agama.”

Na‘am, yang dijamin sama Pemerintah Cina bukan hanya kebebasan warganya untuk beragama, melainkan pula kebebasan mereka untuk tidak beragama dengan menjadi ateis a.k.a kafir kafah.

Sedangkan bagi yang beragama, Pemerintah akan terus berusaha mengayomi sepanjang aktivitas keagamaannya tetap berada dalam koridor “normal” alias tidak melanggar norma dan hukum yang berlaku.

Mungkin terkecuali di bumi datar, saya haqqul yaqin tidak akan ada negara mana pun di bumi bulat ini yang akan tinggal diam mengetahui aktivitas keagamaan warganya yang kerjaannya memprovokasi jemaatnya untuk memberontak kepada pemerintahan yang sah, misalnya.

Sialnya, justru hal seperti itulah yang kini terjadi di Xinjiang yang kebetulan penduduknya mayoritas bersuku Uighur penganut agama Islam.

Kita tahu, orang-orang Uighur—terutama yang tinggal di Xinjiang bagian selatan—memang sudah lama ingin memerdekakan diri dari Cina. Bahkan sejak Cina masih dikuasai Dinasti Qing. Yakni sebelum Cina diperintah Partai Nasionalis yang pengaruhnya sejak 1949 disingkirkan Partai Komunis sampai sekarang.

Sejak dulu—sebagaimana dipaparkan Wang Ke dalam mahakaryanya yang berjudul Dong Tujuesitan Duli Yundong: 1930 Niandai zhi 1940 Niandai (Gerakan Kemerdekaan Turkestan Timur: 1930–1940) terbitan The Chinese University of Hong Kong—kelompok-kelompok separatis Xinjiang memang menggunakan agama (dalam hal ini Islam) untuk melegitimasi gerakannya.

Kenapa? Sebab, kata guru besar Kobe University itu, hanya agamalah yang bisa dipakai buat menarik simpati suku lain yang juga tinggal di sana. Andaikan kelompok-kelompok separatis Uighur memakai isu kesukuan, niscaya muslim bersuku Kazakhs yang juga tak sedikit jumlahnya di Xinjiang, akan sulit bersimpati kepada mereka.

Terbukti, bahkan kakanda dan ayunda yang berada di Indonesia pun bersimpati—untuk tidak menyebut “terkompori”. Padahal, yang dibidik oleh Pemerintah Cina—baik tatkala masih kedinastian maupun sekarang yang komunis—bukanlah agamanya. Juga bukanlah muslim yang moderat. Melainkan kelompok-kelompok separatis yang menggulirkan sentimen agama guna mencapai tujuan politiknya.

Anehnya, kelompok-kelompok separatis ini agaknya tidak benar-benar berniat memperjuangkan Islam. Buktinya, Jüme Tahir, imam besar Masjid Id Kah Xinjiang yang terkenal moderat dan pro-pemerintah itu pun dihabisi dengan keji selepas memimpin salat Subuh pada 30 Juli 2014 silam.

Akhirnya saya jadi bertanya-tanya: yang dibela oleh kakanda dan ayunda itu muslim Uighur yang mana?

Muslim Uighur yang moderat?

Meski sebenarnya mereka sih kayaknya nggak perlu dibela juga. Karena sepengamatan saya, mereka masih bisa beribadah dan berbisnis laiknya sedia kala. Ayo deh, mari kapan-kapan saya temani kakanda dan ayunda pergi ke Xinjiang untuk mengetahuinya. Ajak Abang Fadli Zon juga boleh deh.

Atau muslim Uighur yang suka membikin gaduh suasana Xinjiang pakai isu agama buat meraih agenda politiknya yang kakanda dan ayunda bela?

Ingat, justru muslim garis kaku nan ngamukan macam itulah yang—kata Profesor Beijing Foreign Studies University Xue Qingguo dalam esai bahasa Arabnya di harian Al-Hayat edisi 30 Agustus 2017—merusak citra Islam sebagai agama yang damai dan menjadikan “beberapa tahun belakangan Islamophobia mempunyai pangsa pasar yang cukup signifikan di Cina”.

Sebentar, sebentar, ini saya ngomongin negara mana sih sebenarnya? Kok rasanya rada-rada mirip sama sebuah negeri yang bentar lagi mau Pilpres ya?

https://mojok.co/nvb/esai/surat-terbuka-untuk-hmi-yang-unjuk-rasa-bela-muslim-uighur-di-cina/

Thursday, December 20, 2018

ANAK IDEOLOGIS ITU JAUH LEBIH BAIK DARI ANAK BIOLOGIS !


Ir.  KPH.  Bagas Pujilaksono WIDYAKANIGARA,  M. Sc.,  Lic. Eng.,  Ph. D.
UNIVERSITAS GADJAH. MADA, Yogyakarta


Kepada Yth,
Rakyat Indonesia
Di Nusantara

Hal: Playing the Victim

Dengan hormat,
Sebagai akademisi UGM,  saya sangat perihatin melihat totonan di panggung politik di tanah air jelang Pilpres dan Pileg 2019 yang kebanyakan tidak berkualitas dan tidak mendidik sama sekali.  Saya berani berspekulasi,  bahwa cara-cara seperti ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang moral dan etikanya pincang yang semata hidupnya hanya untuk memburu kekuasaan.

Pelanggaran UU Pemilu adalah perbuatan kriminal.  Mustinya,  siapa saja yang terlibat atau yang merasa dilibatkan,  membawa masalah ini ke ranah hukum, agar tidak menggelinding menjadi bola liar yang ujung-ujungnya hanya memfitnah pihak-pihak lain yang secara nalar sehat tidak punya kepentingan sama sekali.  Pernyataan politik dari Seorang Ketum Partai Politik tertentu yang menyebutkan pihaknya adalah bukan pesaing pak Jokowi adalah pernyataan politik yang prematur, salah alamat, sembrono dan gegabah.  Dalam hal ini, PDI Perjuangan sebagai bagian utama dari koalisi partai politik pendukung pak Jokowi, nalar sehat atau waras, PDI Perjuangan tidak punya urgensi dan kepentingan merusak atribut partai politik tertentu.  PDI Perjuangan sebagai partai besar yang perilaku politiknya bersifat ideologis, secara kelembagaan sangat menjunjung tinggi etika dan moral. Justru,  di masalalu,  fakta sejarah menunjukkan,  PDI Perjuangan yang selalu diusik keberadaannya oleh rezim yang berkuasa dan kader-kadernya diculik. Apa kepentingan dan keuntungan politik PDI Perjuangan mengusik keberadaan partai politik kelas gurem?  Tidak nalar!

Ada peribahasa jawa: nabok nyilih tangan yang artinya perbuatan jahatnya dilakukan dengan cara bermain drama politik seolah-olah orang lain yang melakukannya.  Padahal yang melakukan adalah oknum. Yang namanya oknum itu tidak merepresentasikan partai politik tertentu dan tindakan kriminalnya jelas bukan atas komando partai.  Tuduhan ini adalah cara-cara jahat dan pengecut. Pengerusakan atribut partai politik tertentu adalah pelanggaran UU Pemilu dan perbuatan kriminal yang harus ditindak tegas. Bukan malah dipolitisir dengan menyuruh badut politiknya untuk menyalak-nyalak melempar fitnah keji, bahwa tindakan pelakunya atas komando partai politik tertentu.  Tujuannya jelas untuk merusak citra partai politik tersebut.  Sebenarnya ini hanya bentuk kepanikan dari Ketum Partai Politik tersebut,  karena dari hasil beberapa survey,  partainya tenggelem di bawah ambang batas parlemen (parlement threshold). Rakyat sudah cerdas dan bijak dalam memilih.  Tenggelamnya partai politik tersebut dikarenakan banyaknya kader-kader elit partai politiknya yang terlibat korupsi di masalalu.  Ini fakta,  mau mengelak?  Jika partai politik tersebut betul-betul tenggelam di 2019, maka masadepan anak-anaknya akan gelap gulita.  CAKRA MANGGILINGAN!  Pak Ketum itu hanya bermain kata-kata: demi rakyat,  untuk rakyat..salah. Yang benar demi isteri dan anak-anaknya.  Anak itu tidak usah dimanjakan,  direkayasa jadi ini, dan jadi itu.  Biarkan anak mencari masadepannya sendiri.  Anak tidak harus melewati jalan yang sama dengan orang tuanya.  Pemimpin macam apa yang bisa diharapkan dari anak yang belum selesai menthil emaknya?  Biarkan anak dewasa dengan dirinya sendiri dan menjadi dirinya sendiri. Itu jauh lebih baik dan terhormat.  Lebih-lebih,  negeri ini bukan milik nenek moyangnya,  jadi cara-cara pemunculan putra mahkota karbidtan sudah tidak laku lagi. ini tontonan comberan macam apa?  ANAK IDEOLOGIS ITU JAUH LEBIH BAIK DARI ANAK BIOLOGIS!  Apalagi cara-cara yang ditempuh masih dengan modus lama, betapa bodohnya negarawan ini yang konon ngakunya ahli strategi.  Strategi macam apa?  Strategi comberan!  Politik itu dinamis,  suatu cara efektif di masalalu,  belum tentu efektif di masa sekarang,  karena variabel yang berpengaruh banyak.  Jadi nggak perlu Playing the Victim dengan cara memposisikan sebagai orang yang didholimi atau pakai acara nangis segala.  Memalukan! Hebatnya,  pak Ketum ini kalau ngomong gayanya menggurui,  dia pikir orang Indonesia itu goblog-goblog semua,  dan selalu memposisikan sebagai orang yang serba tahu,  padahal faktanya dalam banyak hal dia tidak tahu apa-apa.  Saran saya,  pak Ketum segera lapor polisi,  nggak usah dilempar ke publik yang harapannya jadi bola liar untuk memfitnah banyak pihak.  Sekali lagi ini perbuatan pengecut, keji dan biadab.  Rakyat rindu munculnya pemimpin yang tampil jujur dengan wajah dan hatinya.  Bukan pemimpin yang wajahnya penuh bopeng dosa masalalu dan hatinya dengki karena dipenuhi dengan agenda politik terselubung.

Jadi partai politik kelas gurem itu tidak usah over acting dan banyak cita-cita.  NARIMO ING PANDUM!  Bijak melihat fakta politik dan cerdas dalam mensikapinya.

Mustinya kampanye diisi dengan adu program,  kalau memang punya program,  bukan malah sibuk fitnah sana fitnah sini.  Ini sungguh sangat tidak mendidik.  Kasihan rakyat, saat kampanye rakyat diobok-obok,  dan namanya selalu dicatut jadi jargon-jorgan politik: demi rakyat,  dan untuk rakyat, namun habis pemilu rakyat ditinggal.  Bohong-bohongan semua!

Apa yang bisa diharapkan dari calon pemimpin yang bisanya hanya sibuk nyebar fitnah,  nebar kebencian dan memporovokasi rakyat?  Di lain hal sangat minim dengan ide-ide cemerlang. 

Munculnya hal-hal aneh di panggung politik jelang pilpres dan pileg 2019, sebabnya hanya satu,  yaitu karena para maling,  penjahat dan koruptor negara mulai ketakutan dengan sepak terjang pak Jokowi yang sangat membahayakan keamanan uang hasil rampokannya yang disimpan di luar negeri.  Ibaratnya para monyet turun gunung,  ikut nimbrung di panggung politik di tanah air,  dengan menghalalkan segala cara,  hanya untuk menyelamatkan hartanya.  Jelas bukan?

Terimakasih.

Yogyakarta,  2018-12-18
Hormat saya,
(KPH. Widyakanigara)

Fusse Note:
Mohon rekan-rekan seperjuangan dan media,  surat terbuka ini diviralkan.  Terimakasih.

Miliarder Rockefeller di Balik Penjarahan Kekayaan Alam Indonesia

Miliarder Amerika Serikat, David Rockefeller, meninggal pada usia 101 tahun pada Senin (20/3) waktu AS. Ia tercatat sebagai orang tua terkaya di dunia

Nama David Rockefeller kembali bergaung setelah berita kematiannya meramaikan pemberitaan dunia. Orang tua terkaya sekaligus cucu termuda John D Rockefeller meninggal dalam usia 101 tahun, Senin (20/3). Rockefeller ternyata merupakan sosok di balik masuknya sejumlah perusahaan multinasional ke Indonesia termasuk Freeport.
Dilansir dari Bloomberg, pada saat kematiannya yang diakibatkan gagal jantung, kekayaan Rockefeller bernilai 3,3 miliar dolar AS. Angka tersebut membuatnya menjadi orang terkaya ke-604 di bumi. Selain berprofesi sebagai ekonom di Chase National Bank, peraih gelar PhD di bidang ekonomi dari University of Chicago ini juga merupakan kolektor seni dan seorang filantropis.
Pada 2006, ia mewariskan 225 juta dolar AS untuk Rockefeller Brothers Fund yang didirikan bersama saudaranya pada 1940. Rockefeller Brothers Fund didirikan untuk mempromosikan perubahan sosial di seluruh dunia.
Tahun sebelumnya, ia menyumbangkan 100 juta dolar AS untuk dua lembaga New York, Moseum of  Modern Art yang didirikan ibunya dan Rockefeller University, sekolah riset kesehatan yang diawali oleh sang kakek. Pada 2008, Rockefeller memberikan 100 juta dolar AS untuk almamaternya Harvard University di Cambridge, Massachusetts.
Kematian David Rockefeller menutup satu bab sejarah keluarga tersebut. Dikenal sebagai 'the Brothers', David, Laurance, John, Nelson, dan Wintrop melintasi yang saling berpotongan, bisnis, politik, filantropi, dan seni. Tidak ada keluarga AS lain yang pernah melakukannya.
"Tidak ada individu yang telah memberikan kontribusi untuk kehidupan komersial dan sipil di New York City lebih lama dari David Rockefeller," ujar mantan wali kota New York City Michael Bloomberg.
Selain memberi dampak bagi AS, miliarder yang terkenal dengan kedermawanannya itu rupanya juga memiliki peran penting bagi arah pembangunan Indonesia saat ini.
Seperti ditulis jurnalis Australia John Pilger di the Guardian dan buku berjudul Tell Me No Lies, pada November 1967 digelar konferensi tiga hari yang disponsori Time-Life Corporation di Jenewa, Swiss dan dipimpin Rockefeller. Semua perusahaan raksasa mengirim perwakilannya seperti perusahaan-perusahaan minyak besar, bank termasuk Chase Manhattan, General Motors, Imperial Chemical Industries, British American Tobacco, Siemens, US Steel, dan banyak lainnya. Mereka menanti bagi-bagi sumber daya alam dari presiden baru yang dianggap Richard Nixon hadiah terbesar dari Asia Tenggara.
Di seberang meja, ekonom pro-AS yang diutus Soeharto menyetujui pengambilalihan perusahaan dari negara mereka sektor per sektor. Freeport mendapat gunung tembaga di Papua Barat, konsorsium AS/Eropa mendapat nikel, dan perusahaan raksasa Alcoa mendapat sebagian besar bauksit Indonesia.
Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang, dan Prancis mendapat jatah hutan tropis Sumatra. "Ketika penjarahan itu selesai, Presiden AS ke-36 Lyndon Johnson mengirim ucapan selamat," ujarnya.
https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-global/17/03/21/on5p2e382-miliarder-rockefeller-di-balik-penjarahan-kekayaan-alam-indonesia

Saturday, December 8, 2018

Terharu baca tulisan Kahiyang : Tulisan Status KAHIYANG ( anak Perempuan pak Jokowi)



" Tidak jadi Presiden Pun ayahku Tetap Berkarya ,Hanya Saja Berkarya di Lingkungan Keluarga dan Sekitarnya,.Tetapi Ayah Selalu Punya Tekad Dari Sejak Menjadi Walikota Solo Untuk MemBantu Banyak Orang Yang Kekurangan Tetapi Ayah Tidak Punya Uang Banyak Untuk Menolong Rakyat INDONESIA Yang Masih Kekurang,Syukur Alhamdulilah Ayahku Di Takdirkan Allah MenJadi PRESIDENT Saat Ini agar bisa membantu Banyak orang Dengan Uang NEGARA

Karena Kata ayahku Itu Uang Rakyat Indonesia Harus Kembali Ke Rakyat Kembali Itu Saja Tekad Ayahku . Agar Rakyat Sejahtera Dan Hidup Berkeadilan Menjadi Rakyat Indonesia Karena Uang Negara Itu Haknya Orang Miskin Atau Yang Sangat kekurangan..Karena Ayahku Dulu Pernah Merasakannya Bagaimana Menjadi Rakyat Kecil Karena Ayahku Lahir Bukan Berasal Dari Keluarga Kaya atau Keturunan Keluarga Yang Sejak Lahir Sudah Berkecukupan Tapi Ayahku Lahir dari Keluarga Yang Tidak Punya Apa-Apa..

Maka Saat Di Beri amanah Oleh Allah Dari Menjadi WALIKOTA ,GUBERNUR sampai PRESIDEN ayahku Hanya Menghabiskan Waktu Buat Rakyat.Kadang Aku bertanya Dalam Hati Kapan Ayah Bisa Bersama Keluarga Sabtu - Minggu Pun Ayah Tetap Bekerja..Aku Hanya Bisa Berdoa Semoga Ayah Sehat Selalu dan Di Beri Kesabaran Oleh Allah, Maupun di Hina dan Di Caci Tidak Kenapa Yang Penting Ayahku Bisa Bantu Banyak Orang dan Semoga Jadi Amal Baik Ayahku Kelak Nanti aminn

( Doa kami tetap Presiden RI 2019-2024, Aku bergerak mendukungmu,  untuk Indonesia.  Ttd Darsono)

Erick Thohir! Erick Thohir! S.O.S!



Ada kabar baru, stagnasi suara pemilih Jokowi mulai bergerak. Sayangnya, bukan naik, tapi justru turun. Saya tak peduli bagaimana kondisi Prabowo. Kalah sudah biasa baginya. Mungkin sudah jadi semacam tradisi.

Tetapi untuk Jokowi, ini jadi pertaruhan serius. Bagi orang-orang yang melihat perkembangan baik di era Jokowi, ini akan jadi kabar duka. Dari hasil pengamatan selama ini, Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin itu mandul.

Hasil yang tidak memuaskan itu memang akumulasi banyak hal. Namun jelas ada masalah di sana. Sebelum menjadi semakin parah, kerusakan itu harus secepatnya diperbaiki.

Tentunya, puncak kegusaran bertumpu pada nama besar Erick Thohir dan timnya. Apa yang sudah dikerjakan orang ini? Atau kita bikin sederhana saja, konsep apa yang menjadi acuan kerja mereka? Sejauh ini saya tak melihat adanya rel yang kokoh. Semuanya abstrak dan asal ngalir.

Pada titik ini, sebenarnya Jokowi benar-benar ditinggal sendiri.

Orang-orang partai itu lebih mirip benalu. Mereka menempel Jokowi, tapi tak ada timbal-balik. Barangkali ada setumpuk rencana, ribuan meeting. Namun tanpa hasil.

Pemilih loyal Jokowi hari ini adalah hasil jerih-payah Jokowi sendiri. Sisa-sia dari pancaran pamornya, yang sayangnya telah sampai puncaknya. Dengan ungkapan klise, mulai meredup. Jika boleh menyebut, mungkin ada kelompok-kelompok kecil yang tulus bekerja. Tapi mereka seperti berada di luar sistem.

Makin tergerusnya suara Jokowi mengindikasikan, mesin politiknya tak bekerja dengan baik. Sekadar mempertahankan yang ada saja tak bisa. Padahal Pilpres masih cukup lama. Jika trend ini terus terjadi, lampu merah untuk Jokowi.

Di medsos Jokowi sudah kalah. Seleb medsos pendukung Jokowi mungkin banyak, tapi hasil akhirnya tak seriuh sebelah. Tidak ada ledakan berkesinambungan. Satu energi yang konstan. Kini, trend di dunia nyata juga mengalami penurunan. Padahal sebagai incumbent, Jokowi punya hampir segalanya.

Lalu apa saja yang sudah mereka kerjakan?

Nyatanya, kelengkapan persenjataan politik itu tidak menambah efek apa-apa. Bertahan pada titik aman saja tak. Sementara saya melihat relawan masih mabuk kemenangan. Beberapa tampak bekerja. Yang lain entah menunggu apa. Sepertinya masih saling curi pandang dengan Erick Thohir. Dugaan saya, logistik belum turun.

Pilpres 2019 memang memunculkan gairah berbeda. Dulu 2014, orang-orang berjuang pro bono demi memenangkan lelaki cungkring dari Solo itu. Sekarang dalam pengamatan saya, banyak yang masuk angin. Ingin tampil paling depan, tapi tak jelas jasanya.

Pamrih ini membuat gerak mereka kurang lincah. Saling lihat dan tunggu. Kecintaan seperti dulu terhadap Jokowi, agaknya mulai luntur. Banyak yang sekadar menempel-jilat pada kue manis kekuasaan. Cita-cita demi Indonesia yang lebih baik, mulai kurang gaungnya.

Ini memang baru lampu kuning, tapi krusial sifatnya. Sebaiknya TKN itu perlu dievaluasi lagi. Mereka yang tak bisa bekerja, diberi tugas ringan saja, misalnya sibuk jual retorika di media massa. Urusan permesinan politik, serahkan pada ahlinya. TKN harus dibentuk menjadi sebuah organ solid. Orang-orang yang jelas fungsi dan kerjanya.

Kubu Jokowi-Amin agaknya masih dalam sikap nyaman dan tenang. Mereka sibuk membayangkan, nanti dapat posisi apa?

Padahal kekacauan sedang direncanakan di sebelah. Seolah memang tanpa bentuk dan ngawur. Tapi mereka terus bekerja. Mereka sebenarnya menunggu momentum untuk membuat kerusakan. Mungkin berawal dari satu kesalahan kecil. Soal kesabaran, kekalahan telah menempa mereka demikian.

Timses Prabowo memang lebih gemuk dan tampak asal pasang. Tetapi, militansi mereka jangan dipertanyakan lagi. Ingat bagaimana PKS mendoktrin jamaahnya. Belum lagi dendam kesumat Gerindra dan klan Muhamadiyahnya Amien. Bohir politik yang kecewa dengan sepak-terjang Jokowi, pastinya tak diam begitu saja.

Gerakan sekecil apapun harus diwaspadai. Terutama kesalahan dari organ sendiri. Tidak ada kelas remedial dalam kasus ini. Seperti sepenggal puisi getir Chairil, "Sekali berarti / sudah itu mati."

Ini sinyal darurat untuk Erick Thohir. Ada tanda-tanda pergeseran posisi serang di lautan. Sementara biduk yang dikendalikannya mengalami kebocoran. Sebagai nakhoda, dia harus cermat menyeleksi kelasinya, membaca arah angin dan menghitung kecukupan logistik. Tukang ngorok, doyan makan, pemalas, mestinya cepat dibuang.

Kita sedang berperang, Tuan, bukan melancong dengan kapal pesiar. Erick Thohir, Erick Thohir, S.O.S!!!

Kajitow Elkayeni

https://seword.com/politik/erick-thohir-erick-thohir-sos-i_lZYXHDX

Media akan berpihak kepada yang benar.



Prabowo marah besar. Pasalnya kehadirannya pada reuni 212 yang dihadiri 40 ribu peserta itu TIDAK diliput media. Reuni akbar yang diklaim Prabowo 11 juta itu seharusnya diliput sebesar-besarnya. Kegiatan itu seharusnya dijadikan sebagai headline media-media.

Faktanya reuni 2 Desember 2018 tak diliput oleh sebagian besar media mainstream. Pemberitaannya sepi. Padahal Prabowo SUDAH bermimpi. Ia ingin disorot media secara besar-besaran. Wajahnya di atas panggung 212 menghiasi koran, majalah, layar televisi, website online, beranda media sosial, selama berhari-hari.


Akan tetapi mimpi Prabowo itu sirna, tak pernah terwujud. Prabowo gagal. Ia pun marah kepada dua pihak. Pertama, ia marah kepada media dan semua wartawan. Kedua, ia marah kepada Jokowi yang dituduhnya berada di balik sepinya pemberitaan media terhadap dirinya.

Lalu mengapa media TIDAK meliput Prabowo pada reuni 212 itu?

Pertama, reuni 212 itu sendiri SUDAH salah istilah. Dari zaman kuno, zaman baheula sampai zaman digital ini, istilah reuni belum tercemar dan terdegradasi maknanya. Istilah reuni dipakai oleh sekelompok orang yang SUDAH selesai belajar atau latihan pada tahap tertentu dan ingin kembali bernostalagia setelah beberapa tahun.

Faktanya reuni 212 itu adalah sebuah aksi demonstrasi. Demonstrasi penggulingan pemerintah yang sah. Dari sejarah demo 212 itu sebelumnya, terlihat dan terarah tujuannya yakni untuk melengserkan Jokowi lewat Ahok. Dan demo menggulingkan pemerintah, jelas TIDAK mengenal istilah reuni sampai kiamat dunia sekalipun.

Jelas media TIDAK mau dibohongi oleh istilah reuni yang salah kaprah itu. Media TIDAK rela dikangkangi oleh sebuah istilah ngawur. Media juga TIDAK mau menjadi bagian dari aksi merongrong pemerintah yang secara konstitusional. Media ingin menjaga jarak.

Kedua, kegiatan 212 itu sama sekali TIDAK bermanfaat bagi rakyat Indonesia. Buktinya, setelah reuni itu tak ada dampak apapun bagi kemajuan bangsa. Malah kegiatan 212 itu berpotensi memecah belah bangsa. Bendera-bendera HTI menyusup bersama bendera tauhid berkibar dimana-mana. Sementara bendera merah-putih sebagai pemersatu bangsa dikerdilkan.

Media tertarik meliput kegiatan 212 itu jika terkait dengan prestasi bangsa, terkait dengan kemajuan yang telah dicapai di bidang teknologi, riset, atau kegiatan lainnya yang mempersatukan bangsa. Faktanya kegiatan 212 itu sarat dengan provokasi, penghinaan kepada pemimpinnya sendiri.

Ketiga, saya pernah bertemu 1-2 orang pemimpin redaktur media besar mainstream. Menurut pengakuan mereka, sebetulnya TIDAK ada media yang netral. Media cenderung berpihak. Filosofi itu berlaku di seluruh dunia. Berpihak kemana? Berpihak kepada kebenaran, keadilan dan kedamaian.

Media berpihak kepada pemerintah yang sah. Media berpihak kepada pemimpin yang bersih, anti korupsi, keluarganya bebas dari KKN. Media berpihak kepada pemimpin yang sederhana, pekerja keras, dan berjuang keras untuk kemajuan bangsanya. Dan ciri-ciri seperti ini ada dalam diri Jokowi.

Jokowi mati-matian bekerja keras siang dan malam. Ia memerangi korupsi, kolusi dan nepotisme yang SUDAH berurat berakar di dalam pemerintahan. Jokowi terus-menerus bertarung memerangi para mafia pangan, minyak, pajak di negeri ini.

Jokowi berusaha keras mengangkat martabat bangsanya sama dengan negara lain. Ia dengan cucuran darah berjuang habis-habisan mengambil alih perusahaan asing yang telah lama mengeruk kekayaan negeri ini.

Media TIDAK akan mengkhianati ketulusan Jokowi. Media akan membela Jokowi yang berada di pihak yang benar. Itulah yang saya sebut media cenderung berpihak. Media akan berpihak kepada yang benar.


Saya sebagai penulis Seword juga dan penulis lainnya cenderung berpihak kepada yang benar, kepada orang BENAR, kepada pemerintah yang sah, kepada pemerintah yang berjuang mempertahankan NKRI. Membela orang BENAR adalah tugas utama media.

Prinsipnya JANGAN membiarkan Jokowi yang benar berjuang sendirinya. JANGAN membiarkan Jokowi bertarung sendirian melawan para mafia, pengkhianat, perusak bangsa, perongrong Pancasila, para penculik, pembohong dan penyebar hoax.

Lalu apa taktik jitu yang kena Prabowo sampai ia marah besar kepada Jokowi?

Taktik babat alas. Jokowi sukses merangkul semua media besar. Ia berhasil menyamakan visi dan misinya dengan media. Media paham dan sangat paham ketulusan hati Jokowi dalam membangun bangsa ini.

Media tahu benar jejak rekam Jokowi dan keluarganya. Jokowi sangat bersih dari korupsi. Ia dan keluarganya menjauhi KKN yang sangat subur di zaman Soeharto. Media paham dan mengapresiasi kerja keras Jokowi yang bolak-balik mengunjungi seluruh negeri. Media paham energi besar Jokowi yang terus mengawasi pembangunan infrastruktur yang sangat penting bagi bangsa ini.

Pemimpin media-media besar seperti Surya Paloh, Harry Tanoe, Erick Thohir, Aburizal Bakri, Yakob Oetama, Gunawan Muhammad, Chairul Tanjung berpihak kepada kebenaran. Dan orang benar itu adalah Jokowi.

Jokowi dengan taktik babat alas mampu merangkul mereka dengan baik, tulus dan bersama-sama membangun bangsa ini. Para pemimpin media itu setuju, sevisi, semisi dengan Jokowi. Bergabungnya media ke pihak Jokowi terjadi BUKAN karena Jokowi pintar, BUKAN karena ia telah membeli media. Akan tetapi media ingin membelanya karena ia jelas berada pada jalur yang benar.

Taktik babat alas Jokowi atas media itulah yang kini dirasakan dampaknya oleh Prabowo. Jelas Prabowo sulit merangkul media dan bahkan cenderung memusuhi media dan wartawan. Mengapa? Prabowo telah salah langkah. Ia yang sebelumnya nasionalis tulen kini telah berubah dan menjadi penebeng kaum ekstrimis kanan.

Prabowo SUDAH salah jalur. Ia telah merangkul para mafia, para provokator, para pembohong semacam Ratna Sarumpaet, para pengkhianat semacam Amin Rais. Karena itu media sama sekali TIDAK membelanya.

Benarlah curhat Prabowo. Bahwa media dan wartawan saat ini HANYA dekat-dekat kepadanya untuk meliput keseleo lidahnya, blunder kata-katanya, khayalan fiksinya dan data-data bohongnya. Dan tugas utama media memang memberitakan hal itu dan meluruskannya.

Jadi, tak diliput media, pantaskah Prabowo marah kepada Jokowi dengan taktik babat alasnya atas media?
Tanya kepada kura-kura.

Salam Seword,

Asaaro Lahagu

🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩

Thursday, November 29, 2018

Bersama Bawaslu Melawan Politik Uang Oleh: Benny Sabdo*)


Kita harus lawan segala bentuk politik uang karena berdampak buruk dalam kehidupan demokrasi dan menusuk rasa keadilan.
Catatan Redaksi:
Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline
Gary Goodpaster dalam studinya mendefinisikan politik uang dalam konteks norma hukum pemilu. Dalam studinya, ia mendefinisikan politik uang sebagai bagian dari korupsi yang terjadi dalam proses pemilu, yang meliputi pemilihan presiden, pemilihan legislatif, dan pemilihan kepala daerah. Ia menyimpulkan politik uang adalah transaksi suap-menyuap yang dilakukan oleh aktor untuk kepentingan mendapatkan keuntungan suara dalam pemilihan. 

Baru-baru ini, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta Utara memproses kasus dugaan money politic atau politik uang calon legislatif DPRD DKI Jakarta dari Partai Perindo. Caleg tersebut bernama David H. Rahardja, terjerat perkara dugaan tindak pidana pemilu, pembagian minyak goreng dalam kampanye. Kegiatan kampanye ini dilakukan tepat pada hari pertama pada masa kampanye, tidak ada pemberitahuan dan diduga menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnnya kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 523 ayat (1) juncto Pasal 280 ayat (1) huruf j UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.   

Jaksa penuntut umum sudah melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Dengan demikian, perkara politik uang di Jakarta Utara ini yang pertama kalinya dalam Pemilu Serentak 2019 masuk babak persidangan. Berdasarkan UU 7/2017, PN Jakarta Utara dapat memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu paling lama tujuh hari kerja setelah pelimpahan berkas perkara, dan dapat dilakukan dengan tanpa kehadiran terdakwa (in absentia). Ketentuan ini juga diatur Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilu. 


Seperti diketahui sejak 2004, Indonesia sudah melaksanakan pemilu secara langsung. Salah satu catatan dalam pemilu, di Indonesia saat ini adalah adanya virus yang sulit diberantas, yaitu politik uang. Politik uang kerap dijadikan metode untuk menggapai kekuasaan dalam sebuah perhelatan politik yang bernama pemilu. Politik uang tentu berbeda dengan biaya politik. Jika biaya politik adalah harga yang harus dikeluarkan dalam konstestasi politik, seperti pembelian atribut kampanye; pemesanan bendera partai; kemeja atau seragam tim kampanye. Sedangkan politik uang meminta pihak tertentu memberikan suaranya atau jual beli suara.   

Menurut riset Indonesia Corruption Watch (ICW) di 15 provinsi terkait adanya praktik politik uang yang dilakukan caleg untuk mendulang suara pada pemilu legislatif 9 April 2014 lalu, menyimpulkan masih maraknya praktik politik uang, dengan kasus terbanyak terjadi di Provinsi Banten yaitu 36 kasus politik uang. Disusul Riau dan Bengkulu dengan 31 kasus; Sumatera Barat 31 kasus; dan Sumatera Utara 29 kasus. Kemudian, Bawaslu juga menemukan 600 dugaan politik uang dalam masa tenang ketika Pilkada 2017 kemarin. Angka ini mengalami peningkatan signifikan dibanding dalam Pilkada 2015 yang hanya sebanyak 92 kasus.

Praktik politik uang dalam pemilu, meskipun hal itu adalah pelanggaran, sudah bukan rahasia lagi. Hasil survei bahkan menunjukkan, mayoritas publik mengaku bersedia menerima pemberian uang dari para caleg atau partai politik. Hal ini menjadi sebuah fenomena berbahaya, membuat nilai-nilai demokrasi menjadi tercemar. Politik uang telah mereduksi kampanye pemilu. Kampanye meliputi visi, misi, dan program kerja menjadi tenggelam dalam banalitas politik uang.

Politik uang merupakan suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih (golput) maupun supaya menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilu. Pemberian dapat dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader, atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari pencoblosan. Istilah populernya yakni “serangan fajar”.


Politik uang setidaknya memiliki lima dampak buruk dalam kehidupan demokrasi. Pertama, jebakan bagi masyarakat. Kandidat yang membagikan uang kepada masyarakat biasanya akan mencari pengganti uang ketika menjabat. Hal ini sangat berbahaya karena calon tidak (fokus) menjalankan programnya yang dijanjikan, tetapi sibuk mengumpulkan uang. Kedua, merugikan kandidat dan partai pengusung. Bawaslu dapat memberikan sanksi administrasi berupa pembatalan calon, jika terbukti melakukan politik uang secara terstruktur, sistematis dan masif. Ketiga, menjadi “penyakit” demokrasi. Hal ini membuat kompetisi politik tidak adil dan hanya bisa diikuti oleh kandidat yang memiliki banyak uang. Keempat, menumbuhkan karakter “pengemis” bagi masyarakat yang berebut untuk mendapatkan uang kandidat. Kelima, memicu/mendorong perilaku korupsi ketika menjabat.

Perkara politik uang pada pemilu Indonesia telah menusuk rasa keadilan dan sulit diusut pelakunya. Kehadiran Sentra Gakkumdu Bawaslu dapat memberikan harapan baru dalam konteks penegakan hukum pidana pemilu. Menurut UU 7/2017, Sentra Gakkumdu kini secara organisasi melekat pada Bawaslu. Sentra Gakkumdu terdiri dari tiga institusi penegak hukum, yakni Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Perkara politik uang, pembagian minyak goreng saat kampanye di Jakarta Utara dapat menjadi momentum untuk menegakkan keadilan pemilu. Ketegasan Bawaslu dalam menindak perkara politik uang dapat meningkatkan kewibawaan sebagai lembaga pengawas pemilu.  

Kita memberikan apresiasi atas keberanian pihak Kepolisian dan Kejaksaan dalam menindak perkara politik uang di Jakarta Utara ini. Faktor-faktor yang turut menentukan pekerjaan penegakan hukum tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam. Dengan demikian, hukum bukan hanya soal peraturan, tetapi juga keterlibatan manusia secara utuh. Di sinilah relevansi membicarakan faktor keberanian penyidik dan penuntut umum dalam menindak perkara politik uang. Kita membutuhkan penegakan hukum pidana pemilu yang progresif. Penegakan hukum progresif tidak bisa diserahkan pada cara-cara konvensional, tetapi membutuhkan tipe penegakan hukum yang penuh greget (compassion, empathy dan commitment). Karenanya, faktor keberanian pun menjadi penting dan harus mendapat tempat. 

Perkara politik uang semestinya bukan hanya dipahami oleh penyelenggara pemilu, melainkan juga ditanggapi masyarakat. Namun, karena tak ada tanggapan di luar pemahaman, keluruhan cita-cita perlu dirawat dengan pemahaman atas simpang siur gejala yang tidak serapi utopia di nirvana. Ketika keluar dari nirvana, pemahaman dan tanggapan kita terhadap politik uang bertemu dengan ambiguitas, paradoks, ironi, dan campur-aduk nuansa. Meski demikian, kita tetap optimis dalam mengikis modus operandi politik uang di setiap gelaran pesta demokrasi. Bersama Bawaslu mari kita lawan segala bentuk politik uang!!!    

*) Benny Sabdo, Ketua Koordinator Sentra Gakkumdu Bawaslu Jakarta Utara.

Catatan Redaksi:
Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bffc80b3be72/bersama-bawaslu-melawan-politik-uang--oleh--benny-sabdo

Wednesday, November 28, 2018

Cara Inovatif PSI Perkenalkan Caleg ke Publik

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali berinovasi dalam memperkenalkan para calon anggota legislatif mereka. Inovasi terbaru adalah menggelar sesi tanya jawab dengan caleg secara live di fanpage Facebook PSI. Program ini mulai dilaksanakan pada Kamis 22 November 2018 dan diberi nama “Tanya Caleg PSI.”
Ketua Tim Kampanye PSI, Sumardy, mengatakan, program ini merupakan cara PSI dalam memanfaatkan teknologi digital dalam memperkenalkan para caleg.
“Selama ini partai politik menggunakan cara konvensional, tetapi PSI juga ingin memanfaatkan kemajuan teknologi dalam memperkenalkan caleg. Program ini membantu warga masyarakat di setiap dapil agar tidak membeli “kucing dalam karung” karena masyarakat bisa membedah langsung kompetensi dan kapabilitas caleg,” kata Sumardy yang juga salah seorang Ketua DPP PSI, dalam keterangan pers, Sabtu 24 November 2018
Pada program “Tanya Caleg PSI” ini, masyarakat dapat menanyakan langsung visi-misi caleg jika kelak terpilih menjadi anggota legislatif. “Boleh bertanya apa saja. Misalnya,  komisi berapa yang ingin ditempati, apa saja program yang diperjuangkan di daerah pemilihan, masa reses akan digunakan untuk apa, UU apakah yang akan diperjuangkan, dan seterusnya,” ujar Sumardy.
Pada episode pertama dan kedua, Kamis 22 November 2018 petang, PSI memperkenalkan dua caleg DPR-RI yakni, Dr. drg. Armelia Sari Widyarman, seorang dokter dan ahli mikrobiologi dan caleg DPR-RI dapil Jakarta I (Jakarta Timur); serta Yurgen Alifia Sutarno, caleg DPR-RI dapil Jawa Barat VI (Kota Bekasi dan Kota Depok) yang pernah menjadi jurnalis di beberapa stasiun TV berita nasional.
Saat live di Facebook berlangsung, terlihat antusiasme dari netizen yang berinteraksi dengan masing-masing caleg. Ada yang menanyakan visi dan misi, ada yang sekadar memberikan semangat kepada PSI dan caleg tersebut, ada pula yang menanyakan hal lain seperti berapa biaya yang dibutuhkan untuk kampanye.
Juga ada yang menyampaikan keluh kesah yang mereka rasakan atas kondisi daerahnya. Akun Bagus Prasetyo menyampaikan ke Yurgen Alifia: “Bekasi, trans patriot gagal operasi. Baru mau jalan lagi sekarang.”
Lebih lanjut, Sumardy menyatakan, program ini akan rutin digelar setiap pekan. “Saat ini kita adakan untuk caleg di tingkat DPR-RI dan ke depan program ini akan dilanjutkan ke caleg tingkat DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota,” lanjut Sumardy.
Ia berharap program ini dapat menjadi sarana bagi publik untuk menggali informasi sedalam-dalamnya luasnya terhadap para caleg yang diusung PSI.

Source : https://psi.id/berita/2018/11/25/cara-inovatif-psi-perkenalkan-caleg-ke-publik/

Monday, November 26, 2018

DIBALIK KIKIR DAN PELITNYA PEMERINTAH SAUDI ARABIA TERHADAP PEMERINTAH INDONESIA




Oleh: KH. Bisri Musthafa

Sekalipun keislaman Prabowo diragukan, Pendukung Prabowo Ingin Indonesia Menjadi Negara Islam.

Arab Spring menargetkan Prabowo sebagai pembawa Bara api "Arab Spring" yang ternyata masih terus berkobar. dan sekarang mereka memindahkan kekuatannya dari Timur Tengah ke Asia dimana Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia menjadi sasarannya.

Pola-pola mereka sebenarnya bisa tampak jelas di sini. Mereka masuk melalui tempat ibadah dengan membangun logika berdasarkan kebanggaan beragama dan ideologi Khilafah, sekaligus peningkatan rasa kebencian terhadap pemerintah dan lunturnya rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air sendiri. Sama halnya yang mereka lakukan di Suriah, Irak, Afghanistan, Libya dan banyak negara Timur Tengah lainnya.

Dan fokus mereka ada di Pilpres 2019 ini. Ini Pilpres menentukan bagi kelompok Islam Wahabi, radikal, fundamental untuk menentukan peta kekuatan mereka selanjutnya.

Mereka akan menguat di kubu kekuatan rezim orde baru dan oligarkinya yang telah puluhan tahun memayunginya.

Lembaga Survey Indonesia atau LSI, Kamis, 24 September, mengumumkan hasil surveinya yang cukup mengagetkan, bahwa pendukung Prabowo yang ingin Indonesia menjadi bercerai berai seperti Timur Tengah meningkat, dari Agustus 2018 yang sekitar 38,8 persen naik di bulan September 2018 menjadi 50 persen.

Kenaikan yang signifikan dalam waktu hanya satu bulan. Dan dari survey LSI juga terbaca bahwa pendukung Prabowo yang suka Indonesia khas Pancasila menurun drastis.

Ini menunjukkan bahwa kelompok Islam Wahabi, Islam radikal fundamentalis merapat ke Prabowo. Mereka-mereka inilah yang ingin Indonesia bisa menjadi seperti negara Islam di Timur Tengah. Dan mereka membutuhkan kekuatan politik yang kuat untuk mewujudkan cita-citanya.

Survei LSI ini seharusnya disikapi sebagai peringatan yang berbahaya, bahwa ada kekuatan luar yang ingin menjadikan negeri berbhineka ini sebagai negara Islam dengan model NKRI bersyariah dengan sistem Khilafah.

Dan Prabowo adalah representasi oligarki dan kekuatan rezim orde baru sebagai "kuda tunggangan" yang baik karena ia membutuhkan suara demi kemenangannya. Karakter Prabowo yang selalu "welcome" pada setiap ideologi yang datang, lembek dan tidak tegas dalam menunjukkan nasionalismenya adalah peluang dan kelebihan bagi kelompok Islam Wahabi, Islam radikal fundamental ini.

Mereka pasti akan all out untuk mendukung Prabowo, dengan segala cara, sekalipun tebar hoaks dan fitnah.

Hasil survei ini juga menjadi peringatan buat benteng penjaga NKRI, yang ingin tetap menjaga negeri ini berada di bawah ideologi Pancasila.

Jika Prabowo nanti memerintah, maka kelompok Islam Wahabi, radikal, fundamental, intolerant yang akan menguasai banyak wilayah di NKRI dan mulai memberangus orang-orang atau lembaga yang berseberangan dengan mereka.

Kelompok Islam fundamental ini terkenal dengan pemaksaan kehendaknya melalui kekuatan masa. Dan kekuatan masa ini bisa mempengaruhi penilaian aparat kepolisian dan pengadilan.

Sangat ironis bagi non muslim dan muslim moderat yang mendukung Prabowo sebagai Presiden di 2019. Apakah mereka tidak sadar bahwa dampaknya akan membuat mereka akan tertekan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bersama sebagai anak bangsa?

Hasil survey LSI memperkuat fakta bahwa:

1. Negara Saudi Arabia adalah sekutu utama Amerika Serikat dan Barat di kawasan Timur Tengah.

2. Islam Wahabi adalah Islam produk konspirasi Yahudi, Inggris dan Barat yang telah dirancang sebagai mesin penghancur Islam dari dalam dan alat agresi perang asimetris yang dilakukan oleh konspirasi imperialis kapitalis AS dan Barat untuk merebut kekuasaan di setiap negara berpenduduk muslim di belahan dunia.

3. Islam yang mendapat legitimasi dan diberlakukan oleh pemerintah Saudi Arabia adalah Islam Wahabi.

4. Pelit dan kikirnya setengah mati pemerintah Saudi Arabia terhadap pemerintah Indonesia yang notabene sesama negara muslim, akhirnya terkuak semua bahwa seluruh program bantuan dan sumbangannya telah disalurkan secara sistematis, terstruktur rapi melalui program  "Wahabisasi" di Indonesia. Sebuah program investasi politik jangka panjang bersama sekutu utama Amerika Serikat melalui jaringan gerakan Islam Wahabi di Indonesia untuk menggeser dan menggusur Islam yang telah lebih dahulu ada di Indonesia yang mayoritas adalah umat Islam Nahdliyin (NU) sebagai sokoguru kekuatan tegak berdirinya NKRI.

Fungsi, peranan dan tujuan Islam Wahabi sama dengan misionaris Mr. Snock dari Belanda dan Mirza Qhulam Ahmad, Nabi palsu dari Lahore (Ahmadiyah) yaitu untuk memeecah belah Islam dan komponen kekuatan bangsa Indonesia.

Program Wahabisasi dalam bentuk kemasan "Islam modern" berupa pesantren-pesantren modern, sekolah Islam modern, pemberian beasiswa ke Timur Tengah, sarana dan prasarana bangunan sekolah modern, bangunan masjid dan mushalla di seluruh pelosok tanah air. Sebagai sarana pengkaderan, pendidikan dan politik dengan berbalut dakwah sunnah.

Label "modern" ternyata memberikan stigma dan implikasi yang tidak menguntungkan terhadap sistem pesantren dan pendidikan yang dikelola berada di lingkungan umat Nahdliyin (NU) sebagai pendidikan dan pesantren tradisional.

Kebaikan dari pemerintah dan umat Islam  Indonesia kepada pemerintah Saudi Arabia tiap hari, tiap bulan dan tiap tahun hingga hari kiamat, tanpa biaya promosi wisata sereal pun, berupa "wisata abadi" Umroh dan Haji dengan menyumbang devisa milyaran Rupiah, melalui dari carter pesawat, katering dan hotel milik jaringan Yahudi, hanya dibalas dengan ekspansi agama agresi untuk menghancurkan Indonesia.

5. Beredarnya berbagai fitnah, kegaduhan demi kegaduhan sejak pemerintahan presiden Jokowi menuju 2019 adalah tabiat dan perilaku politik konspirasi asing Amerika Serikat, CIA, kelompok Islam radikal Wahabi bersama kekuatan rezim orde baru dan oligarkinya ingin berkuasa kembali, dengan segala cara merebut kekuasaan dari tangan presiden Jokowi.

Saudi bersama Nabi, seratus delapan puluh derajat berbeda dengan Saudi saat bersama Wahabi, yang hidup dibawah ketiak konspirasi Amerika Serikat dan Yahudi.

Selamat #HariSantriNasional2018 Sampai Qiyamat Santri NUsantara Akan Terus Menjaga  NKRI Dari Rongrongan Penganut Paham Ngawur Seperti HTI, ISIS & WAHABI.

Sunday, November 11, 2018

Ahok Pahlawan Zaman Now



Ahok Pahlawan Zaman Now

Oleh: Birgaldo Sinaga.

"Pak Ahok.. Bapak masih ingat saya. Saya Fahita", ujar perempuan berkulit putih itu di depan Balai Kota. Ia bersama ibunya sejak pagi menunggu Gubernur Ahok.  Ada puluhan orang antri pagi itu.

"Ingatlah... Ada apa.. Ayo kita ke dalam saja", sambut Ahok ramah.

Ajudan Ahok mengajak kedua ibu anak itu ke dalam ruang Ahok. Ahok masih melayani warga yang mengadu masalahnya.

"Bagaimana kabarnya", tanya Ahok sembari mempersilakan ibu anak itu menceritakan masalah hidup mereka.

"Pak Ahok kami punya masalah pelik.  Sudah 10 tahun tapi selalu kami dipermainkan Pak", ujar Fahita.

Keluarga Fahita punya kasus tanah.  Kasus itu masuk pengadilan. Dari pengadilan tingkat pertama sampai pengadilan tertinggi Mahkamah Agung, mereka menang. Kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap. Inkracht.

Meskipun sudah berkekuatan hukum tetap, tetapi keluarga Fahita tidak bisa mengeksekusi tanah milik mereka. Ada saja penyangkalan dari aparatur.

Bolak-balik dipingpong sana sini.  Bahkan oleh jaksa kasusnya akan dibongkar kembali.

Ibu Fahita putus asa. Sudah cape memohon ke banyak pihak. Tapi mafia peradilan memang tembok raksasa yang sulit ditembus orang biasa seperti mereka.

"Ma.. Kita coba lapor Pak Ahok ya Ma.  Siapa tahu bisa dibantu", bujuk Fahita pada mamanya yang nampak lesu.

Fahita pertama kali bertemu Ahok pada suatu acara. Fahita bekerja di Asean Secretary. Saat itu hadir banyak tamu penting. Pejabat tinggi selevel menteri. Ahok sebagai Gubernur Jakarta juga hadir di acara itu. Ahok menjadi bintang undangan. Terutama para ibu-ibu.

Usai acara, puluhan ibu-ibu serempak mendekati Ahok. Minta foto selfie.  Ahok dengan sabar ramah melayani permintaan para ibu itu.

"Coba liat sudah bagus fotonya. Kalo belum coba lagi", ujar Ahok.

Ibu-ibu itu senang sekali. Semuanya dapat berfoto selfie dengan idola mereka. Sementara beberapa menteri yang hadir dicuekin para ibu ini.  Jadilah Ahok bintang di atas bintang di acara itu.

Saya mendengar penuturan Fahita kemarin malam dalam acara diskusi di Rumah Pelayan Rakyat Jaksel.  Kebetulan saya dan Fahita diundang sebagai narasumber. Temanya Ahok Sang Pahlawan Inspirasi.

Fahita seorang Harvist, pemain Harva.  Ia juga penulis. Pembicara. Ia lulusan sarjana luar negeri.

"Ini gak bener kalian ini. Saya gak mau tahu ya. Jika ini tidak selesai besok saya yang akan melawan. Ini mafia bener ini. Sudah inkracth apalagi yang kurang. Cepat besok harus selesai masalah Ibu ini", tegas Ahok di depan anak buahnya.

Fahita terdiam beberapa detik. Ia terlihat terharu saat menceritakan momen Ahok membela mereka.

Membela Ibunya yang sudah hampir putus asa. 10 tahun muter-muter soal kasus hukum. Tapi sama Ahok selesai dalam tempo 10 menit.

"Saya terharu sekali. Ibu saya apalagi.  Senang sekali rasanya. Lega. Plong", ucap Fahita disambut tepuk tangan audiens yang hadir di ruangan itu.

"Ahok adalah pahlawan sesungguhnya. Ia membela orang susah tanpa berharap pamrih. Tanpa peduli yang dilawannya adalah orang berpangkat juga", lanjut Fahita.

"Saya tidak habis pikir mengapa orang sebaik Ahok malah ditolak dan dipenjarakan. Tapi saya yakin cahaya Ahok tidak akan padam. Karena Ahok orang baik. Kita meneladani Ahok.

Untuk itu teruslah kita menjadi orang baik dan berbuat baik. Sekalipun kita ditolak dan dihujat. Ahok adalah inspirasi buat saya. Itulah mengapa saya mau bicara politik sekarang ini.

Ahok adalah pahlawan zaman now", tutup Fahita dengan ekspresi semua kami  terpukau akan kesaksian hidupnya.

Terimakasih adalah kata yang tak cukup untukmu Pak Ahok. Tapi bukan kata itu yang ingin engkau harapkan.  Kami tahu yang engkau inginkan adalah agar orang lemah bisa menjadi kuat,  orang melarat menjadi berkecukupan.

Kami akan meneruskan harapanmu seperti ayahmu mengharapkan engkau menolong orang miskin dan susah. Tidak mudah punya karakter sekeras baja sepertimu. Tapi agar negeri ini berubah memang sejatinya harus seperti engkau pejabat negara.

Berpihak pada rakyat dan tidak mau mencuri uang rakyat. Meskipun banyak musuh dan lawan siap menumbangkan.

Terimakasih atas teladan emas itu.

Selamat Hari Pahlawan Pak Ahok... Engkaulah Pahlawan kami sesungguhnya...

Salam perjuangan penuh cinta

Birgaldo Sinaga

Monday, November 5, 2018

Saya memang penentang pencalonan anda sebagai Presiden RI



SURAT TERBUKA

KEPADA SAUDARA PRABOWO SUBIANTO

Saudara Prabowo,
Nama saya Hemasari Dharmabumi. Saya di tahun 90an adalah seorang aktivis yang pernah anda anggap sebagai orang yg terlibat dalam berbagai urusan, dari mulai Timor Leste sampai Marsinah.

Saya memang penentang pencalonan anda sebagai Presiden RI karena ratusan alasan, termasuk karena anda bertanggung jawab terhadap hilangnya sahabat2 kami, berbagai kerusuhan menjelang 1998, dan berbagai pelanggaran HAM dan kekerasan yang terjadi di Papua dan Timor Leste. Tapi, bukan karena itu saya membuat surat ini. Surat ini adalah sebuah surat antara anda yg mengaku warga negara Indonesia, dengan saya yang juga orang Indonesia.

Saudara Prabowo,
Lelucon anda yang menyebutkan "tampang Boyolali" untuk menunjukkan keudikan dan tidak diterimanya kalangan orang tertentu di sebuah pergaulan dan kemewahan tidaklah lucu. Tetapi sangat kampungan dan sangat rasis.

Cara anda merendahkan sebuah etnik berpopulasi terbesar di Indonesia, tidak pernah akan berhasil mengangkat derajat anda ke tempat yang begitu mulia, melainkan hanya menaruh anda pada posisi pesakitan yang mengibakan. Tidak akan mampu membuat anda mencuci tangan berlumuran darah, namun hanya akan membuka tabir sesungguhnya dari kondisi kejiwaan anda yg sakit.

Anda tidak akan pernah dapat membangun negeri ini dengan menempatkan diri anda sebagai Brahmana diantara kaum Sudra. Anda memang tdk bisa memimpin apa2. Tapi saya menuntut agar anda menghentikan penghinaan2 kepada orang lain, karena apa yg anda miliki sekarang juga bukan didapat dari kemuliaan.

Seperti juga yang saya pikirkan setiap hari akhir2 ini, saya mengajak anda untuk merenung. Semua manusia pasti mati. Dan tdk suatu apapun yang berguna di hari kematian mereka, selain amal kebaikannya. Berbuatlah baik, berhentilah menista.

Jakarta, 2 Nopember 2018.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10156497701897931&id=624437930

MENGAPA PRABOWO MENGHINA ORANG BOYOLALI ?

Oleh :
Rudi S. Kami

Menghina tampang orang rupanya sudah menjadi 'habit' atau kebiasaan buruk seorang Prabowo Subianto. Agustus 2017 yang lalu, dia menghina sekelompok wartawan yang dikatakan bertampang lusuh, orang susah dan bergaji kecil. Sempat beberapa organisasi wartawan protes, tapi rupanya Prabowo tidak kapok-kapok juga.

Setelah ngamuk di depan ibu-ibu di Ponorogo karena dianggap ribut saat dia berpidato beberapa waktu lalu, kali ini Prabowo membuat ulah lagi dengan menghina masyarakat Boyolali yang dikatakan bertampang kampungan yang dianggap tidak layak masuk hotel bintang lima di Jakarta. Mungkin dia merasa sedang melucu di depan pendukungnya. Namun selain lawakannya 'garing', Prabowo tidak sadar sudah masuk pada ranah penghinaan masyarakat secara komunal yang serius. Ini kebodohan kesekian kali yang ditunjukkan Prabowo di depan publik.

Latar belakang keluarga "menak" yang tidak pernah susah sedari kecil, membuat Prabowo terbentuk menjadi orang yang tidak punya kepekaan sosial yang memadai. Semua orang tahu keluarga besar Prabowo adalah keluarga kaya raya kemudian dia juga sempat jadi menantu Presiden Soeharto, mungkin hal ini membentuk Prabowo menjadi orang yang arogan, bossy dan semena-mena serta tidak memiliki empati sosial yang sepantasnya.

Tapi mungkin juga ini bentuk kemarahan dan kekecewaan Prabowo kepada masyarakat Boyolali. Karena pada Pilpres 2014 dia keok terjungkal alias kalah jauh dibanding perolehan suara Jokowi. Saat itu di Kabupaten Boyolali Prabowo hanya dapat suara 24,69%. Wilayah Jawa Tengah memang wilayah neraka buat Prabowo pada Pilpres 2014. Dia kalah telak di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Dia terpuruk hanya mendapatkan total 33,35%.

Namun kalau karena alasan kekalahan menyesakkan saat Pilpres 2014, lalu dia merasa berhak menghina masyarakat Boyolali, hal ini adalah strategi kampanye yang luar biasa bodoh dan memalukan. Seharusnya dia justru mengambil hati masyarakat Boyolali dengan kalimat manis dan dengan kerendahan hati, agar di Pilpres 2019 dia mendapatkan simpati dari masyarakat Boyolali.

Dengan adanya skandal "tampang Boyolali" ini, kalau ada orang Boyolali atau orang yang berasal atau punya nenek moyang dari Boyolali, masih ada yang mau memilih Prabowo pada Pilpres 2019, berarti orang tersebut tidak punya kehormatan dan harga diri. Masak sudah dihina dina separah itu gak tersinggung to Mas/Mbak ? Saya saja yang bukan orang Boyolali merasa tersinggung dan marah kok, apalagi orang Boyolali. Hanya orang yang tidak waras yang tidak tersinggung dengan ulah norak hinaan dari Prabowo. Tapi saya haqul yaqin masyarakat Boyolali semua waras.

Menyikapi berbagai blunder yang dilakukan oleh Prabowo dan juga wakilnya Lelaki Tulang Lunak Sandiaga Uno pada masa kampanye, hal ini membuktikan Timses Prabowo-Sandiaga tidak punya strategi kampanye yang memadai. Sangat terlihat Tim Komunikasi Publik mereka sangat kedodoran dan tidak mampu mengendalikan kelakuan dan ucapan Prabowo dan Sandi di lapangan. Mungkin juga Tim Komunikasi Publik mereka tidak kuasa atau takut memberi masukan untuk meng-upgrade penampilan Prabowo. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa  karakter asli seorang Prabowo sejatinya sangat arogan dan otoriter.

Apapun alasannya, Prabowo sudah menunjukkan ke masyarakat Indonesia, bagaimana sebenarnya karakter aslinya. Dengan mata telanjang kita bisa melihat bagaimana dia dengan lancar dan fasih menghina orang sambil terkekeh-kekeh. Ini dilakukan dilakukan pada masa kampanye, bagaimana kalau benar nanti jadi pejabat ? Pasti karakter arogansinya semakin merajalela tidak terkendali.

Apakah anda mau mempunyai Presiden seperti itu ? Kalau saya sih ogah !!!

Bagi masyarakat Boyolali yang tercinta,
Saya dan dua ratus juta lebih masyarakat Indonesia bersama anda semua. Kami dapat merasakan rasa sakit dan luka yang teramat pedih atas hinaan Prabowo. Namun mohon dimaklumi kelakuan orang satu ini ya. Dia hanya manusia biasa yang mungkin mendapatkan pola pengasuhan yang salah. Dia hanya manusia biasa yang punya ambisi di luar kemampuan dan kapasitas dirinya. Makanya dia sering gagal. Jadi mohon dimaklumi saja.

Sahabat Boyolali terkasih,
Gusti Allah mboten sare, penghinaan yang kalian terima dari Prabowo insyaallah akan digantikan dengan berkah yang melimpah dari Allah SWT kepada masyarakat Boyolali. Apalagi kalau nanti Presidennya Pak Jokowi lagi.....duuuh makmur sejahtera deh masyarakat Boyolali. Apalagi juga Ibunda Pak Jokowi juga berasal dari Boyolali lho. Jadi sabar nggih mas/mbak.
Sing waras ngalah saja 🙏🙏

Salam Satu Indonesia
03112018




Tags