Showing posts with label Politik Luar Negeri. Show all posts
Showing posts with label Politik Luar Negeri. Show all posts
Tuesday, January 1, 2019
➡SIAPA SESUNGGUHNYA SI RAJA HUTANG ⬅
By
MPG
January 01, 2019
Politik Kebohongan, Politik Luar Negeri, Raja Hutang, Tanggung Jawab, Tokoh Masyarakat, Tokoh Revolusi
▪Hindia Belanda - 4 Milyar USD
▪Soekarno - 2.3 Milyar USD
▪Suharto - 61 Milyar USD
▪Habibie - 8.5 Milyar USD
▪Gus Dur - (minus) 3.76 Milyar USD
▪Mega - 11 Milyar USD
▪SBY - 211 Milyar USD
▪Jokowi - 10.5 Milyar USD
Hutang yg 211 milyar USD, tdk ada hasil apa2, digunakan utk impor dan korupsi. Kok gak pada rame ?
Sedangkan yg 10,5 milyar, utk bangun infra struktur dimana-mana, kok jadi masalah.
Memang, beberapa orang kita mikirnya sudah kebolak-balik 😪
http://mobile.seruu.com/utama/sketsaindonesia/artikel/siapa-raja-hutang-sesungguhnya
#Viralkan!
Saturday, December 8, 2018
Waspada Serangan Balik Singapura .... Save Jokowi !!!!!
Tahun madu dan hubungan mesra Singapura dengan Indonesia dimulai sejak Lee Kuan Yew berkuasa di Singapura dan Soeharto berkuasa Indonesia. Dilanjutkan dengan pengganti Lee Kuan Yew dan Presiden SBY.
Hubungan manis terganggu sejak Jokowi berkuasa di Indonesia.
Apa saja kebijakan Pemerintahan Jokowi yg mengganggu kepentingan Singapura ?.
1. Pembubaran Petral di Singapura.
- Selama ini semua transaksi ekspor impor migas dan BBM dilakukan di Singapura.
- Perputaran uang di perbankan Singapura dari hasil transaksi 2 juta barrel per hari mencapai 150 juta USD per hari atau sekitar 60 milyar USD per tahun.
- Sekarang transaksi keuangan tersebut berhenti total.
2. Kebijakan menyuling minyak mentah di Indonesia dan pembangunan kilang minyak di Indonesia.
- Selama ini sebagian minyak mentah Indonesia disuling di Singapura serta Indonesia juga mengimpor BBM dari hasil kilang Singapura.
- kebijakan ini membuat Kilang Singapura akan stop berproduksi.
- Industri perkapalan mengangkut migas akan berhenti.
- Pelabuhan Singapura akan berkurang muatannya.
- Bisnis dan keuangan yg berkaitan dengan kilang minyak Singapura dan industri perkapalan tangker Singapura akan hancur.
3. Wewenang jasa pandu kapal di Selat Malaka diambil alih Indonesia (yang selama ini dikuasai Singapura).
- Pendapatan jasa pandu kapal akan masuk ke Indonesia.
- Setiap hari ribuan kapal hilir mudik melalui Selat Malaka.
(Selama ini semua pendapatan jasa pandu masuk ke Singapura).
4. Pembangunan pelabuhan Hub internasional Kuala Tanjung di Sumatera Utara.
- Sekarang semua kapal mother vessel yg lewat Selat Malaka akan singgah di Pelabuhan Kuala Tanjung.
- Ekspor Impor Indonesia tidak perlu pakai kapal feeder ke Singapura lagi.
Sudah bisa langsung tanpa via Singapura.
- Bisnis ekspor impor dan bisnis perkapalan serta pelabuhan Singapura akan hancur.
5. Kebijakan Tax Amnesti Indonesia.
- Uang dan aset warga negara Indonesia di Singapura kena pengampunan pajak di Indonesia dengan membayar kewajiban ke Indonesia.
- Tidak mudah lagi mencuci uang di Singapura.
- Bisnis perbankan dan bisnis properti Singapura akan terganggu.
6. Dimulainya pelaksanan peraturan transparansi bank dan keterbukaan Bank terhadap data nasabah.
- Semua uang hasil kejahatan korupsi, kejahatan ekstra ordinary (extra ordinary crime) dan transnegara akan bisa diambil kembali.
7. Berakhirnya perjanjian wewenang pengaturan udara di Laut Cina Selatan dan perairan Indonesia sekitar selat Malaka yg selama ini dikuasai Singapura.
- Setiap hari sekitar 20 ribu pesawat yg melewati kawasan udara Selat Malaka dan Laut Cina Selatan.
- Semua penerbangan membayar Air Transport Control Fee (ATC Fee) atau Jasa Pandu Udara kepada otoritas bandara Singapura.
- Tarifnya 1 USD per mile. Satu kali pandu pesawat jaraknya sampai 20 - 50 mile
- Diperkirakan Singapura mendapat ATC Fee sebesar 10 milyar USD per tahun.
- Semua ATC Fee akan masuk ke Indonesia.
8. Berakhirnya perjanjian kebebasan pesawat tempur Singapura melakukan latihan terbang tempur dengan negara mitranya di udara laut China Selatan.
- Sekarang semua pesawat Angkatan Udara Singapura bila mau terbang harus ijin Indonesia.
2019 - 2024 Indonesia Maju. hatevan@gmail.com
Wednesday, September 5, 2018
Bahaya Politisasi Agama
Bagaimana hubungan agama dan politik adalah perdebatan klasik yang tak kunjung usai, entah sampai kapan. Ada yang mengatakan perdebatan ini akan berhenti dengan sendirinya manakala masyarakat sudah beranjak dewasa dan bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ternyata, di negara-negara maju sekalipun, kerumitan hubungan antara agama dan politik tetap terjadi.
Di Indonesia, kita menemukan banyak fakta bahwa dosis agama akan menguat pada setiap saat menghadapi kontestasi untuk merebut jabatan-jabatan politik. Penggunaan dosis agama dalam berpolitik inilah yang sering kita sebut dengan poilitisasi agama, yakni agama dijadikan sebagai alat untuk meraih kekuasaan politik.
Mengapa agama sangat mudah dijadikan alat politik, karena semangat emosional merupakan unsur terkuat dalam memperkokoh dukungan. Salah satu unsur terpenting dalam agama adalah keimanan yang dalam bahasa teknisnya merupakan keterlibatan emosi dalam membangun keyakinan pada sesuatu yang gaib dan yang maha kuasa. Jika unsur emosi ini disentuh, kemungkinan besar akan terbawa dalam satu arus (emosi) yang sama. Maka, politisasi agama menjadi gerakan politik yang sangat efektif.
Dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahap ketiga yang berlangsung 27 Juni 2018 di 171 (17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota) membuktikan dengan sangat nyata efektifnya gerakan politisasi agama, terutama di daerah-daerah yang terdapat pemisahan yang relatif jelas antara partai yang selama ini mengusung semangat “agama” dengan yang “nasionalis”.
Di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara bisa menjadi contoh. Pasangan Sudrajat-Syaikhu di Jawa Barat, meskipun belum berhasil menjadi pemenang, karena menggunakan isu agama pada saat kampanye, berhasil meraih suara yang signifikan, meningkat drastis dari perkiraan lembaga-lembaga suvei. Demikian juga pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah di Jawa Tengah. Adapun pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah di Sumatera Utara berhasil memenangkan kontestasi, selain dengan menggunakan isu agama juga isu etnis.
Memang banyak tokoh agama yang membantah, atau lebih tepatnya mengelak adanya politisasi agama, tapi fakta-fakta di lapangan jelas menunjukkan adanya gerakan ini. Tampaknya, dalam melihat isu ini, tergantung pada bagaimana kita menginterpretasikan fakta-fakta di lapangan. Bagi yang menolak atau mengelak politisasi agama berpandangan bahwa penggunaan isu agama merupakan bagian dari ekspresi politik warga negara yang dibenarkan dalam perspektif demokrasi.
Yang menjadi masalah sebenarnya bukan pada aspek penyaluran aspirasi politiknya, tapi pada saat agama digunakan sebagai sarana kampanye untuk meraih kekuasaan, akan sangat potensial menjadi alat pemecah belah umat yang secara faktual tidak terkonsentrasi pada pasangan calon tertentu. Semua pasangan calon memiliki pendukung dari kalangan umat. Klaim salah satu pasangan calon selain mengandung unsur kebohongan, juga akan menimbulkan ketidakpercayaan publik pada agama sebagai alat pemersatu. Menurut saya, inilah salah satu bahaya dari politisasi agama.
Bahaya lain yang tidak bisa dianggap enteng adalah kemungkinan terkoyaknya keutuhan republik. Benar bahwa republik ini lahir dengan dilandasi semangat keagamaan yang kuat. Tapi, yang harus disadari, republik ini juga lahir karena kuatnya semangat kebersamaan dari berbagai unsur yang ada di nusantara, yakni unsur agama, suku, ras, dan ragam budaya. Penonjolan salah satu aspek saja dari beragam unsur ini akan menumbuhkan kecemburuan dan sentimen yang negatif. Jika sentiment negative ini terus dibiarkan bisa mengarah pada perpecahan.
Banyak kalangan menduga bahwa siapa pun yang menolak politisasi agama sebagai manifestasi dari Islamofobia, atau sebagai ekspresi dari ketidaksukaan pada Islam. Dugaan ini salah besar. Menolak politisasi agama justru sebagai bentuk pemuliaan terhadap nilai-nilai agama. Agama harus kita jadikan pedoman dalam merajut kebersamaan, bukan sebaliknya. Agama harus menjadi dasar sikap semua pejabat negara, bukan hanya dijadikan alat meraih suara kemudian dicampakkannya.
Pada saat agama semata-mata dijadikan alat politik, maka yang terjadi adalah pengabaian pada nilai-nilai luhurnya. Sebagai contoh, agama melarang dengan tegas transaksi suap menyuap, korupsi, dan perbuatan-perbuatan lain yang merugikan rakyat. Tapi karena agama hanya dijadikan alat politik, tindakan-tindakan buruk ini pun tidak sedikit yang melakukannya. Agama hanya sebatas lips service, hanya sebatas jargon politik yang tidak mewujud dalam tingkah laku politik sehari-hari.
Kita pernah mendengar adanya fakta-fakta yang terpapar di persidangan tindak pidana korupsi (tipikor), ada oknum-oknum koruptor yang dalam menjalankan aksinya menggunakan istilah-istilah kitab suci sebagai kode-kode rahasia untuk mengelabuhi orang lain. Dengan menggunakan istilah-istilah kitab suci, disadari atau tidak, yang bersangkutan telah melumuri agama dengan kotoran.
Maka, sekali lagi, menolak politisasi agama adalah wujud dari upaya memuliakan agama. Kita mencegah kemungkinan publik tidak percaya lagi pada agama lantaran terlampau sering menjadi penghias bibir para koruptor. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada oknum-oknum koruptor yang melegitimasi tindakannya dengan dalil-dalil agama.
Kita tidak menolak agama dalam berpolitik. Yang kita tolak adalah setiap upaya politisasi (mengotori) kesucian agama yang akan membahayakan bagi keberagaman dan keutuhan kebangsaan kita.
Jeffrie Geovanie
http://jeffriegeovanie.com
Anggota MPR RI 2014-2019
https://psi.id/berita/2018/08/17/bahaya-politisasi-agama/http://jeffriegeovanie.com
Anggota MPR RI 2014-2019
Tuesday, September 4, 2018
Kupas Tuntas Pemberontakan Hizbut Tahrir di Libya, Suriah dan Indonesia
SALAFYNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat politik Timur Tengah, Dina Sulaeman dalam akun fanpage Facbooknya mengupas tuntas gerakan Hibut Tahrir di berbagai negara, HT adalah gerakan politik tapi yang mengklaim sebagai gerakan dakwah, HT dibalik kehancuran di beberapa negara, karena mereka ingin menegakkan ‘Khilafah’ ala mereka, berikut ulasannya:
Sebenarnya yang paling awal berperan mengobrak-abrik Suriah adalah kelompok Ikhwanul Muslimin (mengaku berjihad, padahal dapat suplai dana dan senjata dari Barat). Saat inipun pasukan “jihad” terkuat di Suriah selain ISIS dan Al Qaida adalah yang berhaluan IM. IM ini ada cabangnya di Indonesia dan mendirikan partai.
HTI selalu mengklaim diri sebagai semata-mata organisasi dakwah Islam dan atas alasan itu, UU Ormas (kini UU) secara salah kaprah disebut anti Islam. Padahal yang disasar UU Ormas adalah ormas yang ideologinya membahayakan NKRI (anti Pancasila, pro kekerasan, dll). Tokoh ex-HTI pun mengajukan gugatan ke PTUN minta pencabutan pembubaran ormas mereka.
Untuk argumen teologis, para pakar sudah dihadirkan pihak pemerintah dalam persidangan. Tentu saja, para pakar ini dibully di medsos oleh para pembela HTI, bahkan dengan cara dan tuduhan yang sangat kasar.
Untuk argumen politik, saya bisa menjelaskan, dimana bahayanya HTI, dengan cara menyimak rekam jejak mereka dalam isu Timteng.
HTI selalu mengklaim sebagai organisasi dakwah. Ini bertentangan dengan pernyataan yang dimuat di situs-situs HT di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang secara jelas menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah partai politik yang memiliki tujuan untuk mendirikan kekhalifahan Islam.
Saat diwawancarai oleh Aiman dari Kompas TV (12/6), Ismail Yusanto mengelak menjawab, bagaimana proses terbentuknya kekhilafahan serta siapa dan dari negara mana asal sang khalifah.
Pertanyaan bagaimana proses terbentuknya khilafah adalah poin yang amat krusial dalam mengetes kesahihan klaim-klaim anti kekerasan yang disampaikan oleh HTI. Bila kita melacak jejak digital pernyataan-pernyataan HTI terkait upaya pendirian khilafah di Libya dan Suriah, kita justru mendapati bahwa organisasi ini menyebarkan narasi yang menyerukan kekerasan. Menurut HTI, rezim Qaddafi dan Assad adalah rezim taghut, karenanya perlu jihad untuk mendirikan khilafah di kedua negara itu.
HTI dan Libya
Pada 23 Februari 2011, Ismail Yusanto merilis siaran pers berjudul “Seruan HTI untuk Kaum Muslimin di Libya Tumbangkan Rezim Diktator, Tegakkan Khilafah”. Dalam siaran pers itu Ismail menyatakan, “penguasa Libya memimpin dengan penuh kezaliman, menggunakan tekanan, paksaan dan kekangan… rakyatnya hidup dalam kemiskinan yang sangat dan kelaparan yang tiada terkira.”
Lalu pada Agustus 2011, situs HTI merilis siaran pers ucapan selamat atas tumbangnya “rezim tiran Qaddafi”.
HTI mengabaikan data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa sebelum 2011, Libya adalah negara dengan Human Development Index (HDI) tertinggi di Afrika. Pada tahun 2010, HDI Libya berada di peringkat 57 dunia. Ini adalah posisi yang jauh lebih baik darpada Indonesia yang baru sampai di peringkat 112.
Dalam situs UNDP dicantumkan bahwa pengukuran HDI dimaksudkan untuk mengetahui kondisi kehidupan manusia, dengan berbasis tiga hal berikut ini: kehidupan yang sehat, panjang umur, dan kreatif; memiliki pengetahuan, serta memiliki akses terhadap sumber daya yang diperlukan untuk memiliki kehidupan yang layak.
Pada 2010, pendapatan penduduk per kapita Libya adalah US$ 14.582. Bandingkan dengan Indonesia pada saat itu yang hanya US$ 2.149. Warga Libya menikmati pendidikan dan layanan kesehatan gratis, serta subsidi berlimpah di sektor energi dan pangan.
Dan ironisnya, di balik seruan-seruan jihad serta gegap-gempita HTI pasca tergulingnya Qaddafi, yang terjadi di Libya sesungguhnya adalah agenda penggulingan kekuasaan yang dilakukan oleh NATO. Prosesnya diawali dengan demo-demo anti pemerintah oleh para “mujahidin” Libya yang berafiliasi dengan Al-Qaidah. Lalu, setelah terjadi bentrokan senjata dengan tentara pemerintah, mereka meminta kepada PBB untuk turun tangan, mengklaim telah terjadi “kejahatan kemanusiaan”.
Hanya dalam waktu sebulan, di luar kewajaran, Dewan Keamanan PBB merilis Resolusi 1973/Maret 2011, yang memberikan mandat kepada NATO untuk memberlakukan no fly zone. Praktis resolusi ini memberi kesempatan kepada NATO untuk membombardir Libya. Negara yang pernah dijuluki “Swiss-nya Afrika” itu pun luluh lantak. Qaddafi terguling dan korporasi multinasional pun berpesta-pora karena mendapatkan proyek-proyek rekonstruksi dan eksplorasi minyak di negara yang amat kaya sumber daya alam itu.
HTI dan Suriah
Peran “mujahidin” sebagai proksi NATO di Libya kembali terulang di Suriah. Bahkan tokoh-tokoh Al-Qaidah Libya-lah yang merintis pembentukan milisi-milisi jihad Suriah. Laporan jurnalis Mary Fizgerald dari Foreign Policy menyebutkan bahwa salah satu komandan pemberontak Libya yang paling terkenal, Al-Mahdi Al-Harati, bersama lebih dari 30 milisi Al-Qaidah Libya datang ke Suriah untuk mendukung Free Syrian Army (FSA) serta membentuk milisi Liwaa Al-Ummah.
Lalu, di mana peran HTI? Sama seperti Libya, HTI menjadi cheerleader yang sangat aktif dalam menyerukan jihad Suriah. Pada Januari 2013, HTI bahkan sangat optimistis menyatakan bahwa “khilafah di Suriah sudah dekat”. Hafidz Abdurrahman, Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI, menyatakan, “Hizbut Tahrir terus bekerja keras untuk mengawal Revolusi Islam ini hingga mencapai tujuannya, yaitu tumbangnya rezim kufur Bashar, kemudian menggantikannya dengan khilafah.”
Menurut Hafidz, proses berdirinya khilafah di Suriah bisa dipercepat dengan “…melumpuhkan kekuasaan Bashar. Bisa dengan membunuh Bashar, seperti yang dilakukan terhadap Qaddafi, atau pasukan yang menopang kekuasaan Bashar.”
Dari kalimat ini terlihat bahwa metode yang diusung HTI dalam mendirikan kekhalifahan adalah metode destruktif.
Bila diamati rekam jejak narasi HTI terkait Suriah di situs-situs mereka: sangat jelas mereka memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok teror. Ini pun sudah diakui juga secara terbuka oleh Ismail Yusanto bahwa Hizbut Tahrir pernah mengikuti sumpah setia dengan banyak kelompok “mujahidin” Suriah, termasuk dengan Al-Nusra. Pada 9 September 2014, situs HTI memuat ucapan duka cita atas tewasnya pimpinan pasukan “jihad” Ahrar Al-Sham.
Jabhah Al-Nusrah dan Ahrar Al-Sham adalah organisasi teror yang sangat brutal, yang lahir dari rahim Al-Qaidah. Situs counterextrimism.com menyebutkan bahwa Al-Nusra didirikan oleh Abu Mus’ab Al-Zarqawi yang merupakan mantan anggota HT. Kelompok Al-Muhajirun, yang dituduh bertanggung jawab atas 50% aksi-aksi teror di Inggris sejak 1995, didirikan oleh Omar Bakri Muhammad, yang juga mantan pimpinan HT.
Di Indonesia, kita mengenal nama Muhammad Al-Khaththath yang ditangkap polisi dengan tuduhan makar, serta Bahrun Naim, yang disebut-sebut sebagai dalang bom Sarinah. Keduanya adalah mantan anggota HTI.
Suriah dan Indonesia
Sejak perang Suriah dikobarkan para “mujahidin”, di Indonesia pun muncul gerakan masif mengusung narasi kebencian kepada Syiah (dan parahnya, setiap orang/pihak yang tidak sepakat dengan mereka langsung distempel Syiah). Aksi-aksi penggalangan donasi untuk Suriah dilakukan sangat gencar, dengan membawa narasi kebencian, perang Sunni lawan Syiah, mencaci ulama-ulama Suriah yang menentang “jihad”, menyebarkan foto dan video palsu, dll.
Ini jelas membawa masalah besar buat Indonesia. Apa masalahnya? Karena kebencian itu bagai api, akan membakar ke segala penjuru. Dampaknya sudah sangat terasa di atmosfir Indonesia: kebencian meruyak ke segala arah; melebar ke semua isu. Fasisme atas nama agama dengan cara mengusung kebencian semakin merajalela. Isu yang dimanfaatkan bukan cuma Syiah, tapi PKI, China, dll. Dan siapa yang membawa narasi kebencian ini? Tak lain mereka yang berafiliasi dengan ormas-ormas radikal yang angkat senjata di Suriah.
Kalau mau diperdalam lagi, silahkan cek, kelompok-kelompok yang sering membawa hoax soal Suriah adalah kelompok-kelompok yang sama yang juga aktif menyebarkan hoax soal pemerintah. Karena itu, sepatutnya melawan hoax soal Suriah gencar dilakukan, terutama oleh mereka yang mengaku aktivis anti Hoax. (SFA)
http://www.salafynews.com/kupas-tuntas-pemberontakan-hizbut-tahrir-di-libya-suriah-dan-indonesia.html
Kupas Tuntas Pemberontakan Hizbut Tahrir di Libya, Suriah dan Indonesia
by SFA
Posted on March 23, 2018.
Jum’at, 23 Maret 2018 – 16.27 Wib,
Friday, July 6, 2018
Faktor Penentu Terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB
Faktor Penentu Terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB
Terpilihnya Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020 ini merupakan kepercayaan internasional untuk yang keempat kalinya bagi bangsa ini. Merujuk laman Dewan Keamanan PBB, Indonesia sebelumnya pernah mendapatkan kepercayaan serupa pada 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008.
Sejumlah hal menjadi pendorong bagi Indonesia untuk mendapatkan dukungan kali ini dengan 144 suara dari 190 negara anggota PBB. Faktor pertama ialah kondisi dari dalam negeri Indonesia itu sendiri yang dinilai demokratis, stabil, dan damai.
"Beberapa hal yang menyumbang kemenangan Indonesia antara lain yang pertama, kondisi dalam negeri Indonesia yang demokratis, stabil, dan damai. Kondisi dalam negeri Indonesia ini memiliki kontribusi yang besar dalam kemenangan ini," kata Presiden Joko Widodo saat memberikan pernyataannya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa, 12 Juni 2018.
Selanjutnya, rekam jejak Indonesia dalam pergaulan internasional turut mendapatkan tempat tersendiri. Kontribusi diplomasi Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia selama ini telah berandil besar dalam pencapaian ini.
"Yang kedua, rekam jejak dan kontribusi diplomasi Indonesia dalam turut menjaga perdamaian dunia," tutur Presiden.
Selain itu, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa independensi politik luar negeri Indonesia dan peranan Indonesia dalam menjembatani perbedaan-perbedaan di negara konflik sekalipun juga menjadi penentu bagi keberhasilan Indonesia.
"Yang ketiga, independensi politik luar negeri Indonesia, netralitas politik luar negeri Indonesia. Dan yang keempat, peran Indonesia dalam menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada termasuk di negara-negara yang dilanda konflik," ucapnya.
Setelah tergabung dalam anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, setidaknya Indonesia akan memberikan empat prioritas dalam keanggotaannya. Presiden berujar, pertama, Indonesia ingin mengedepankan penyelesaian konflik dengan cara-cara damai. Kedua, Indonesia juga mendorong hubungan yang lebih erat antara organisasi-organisasi kawasan dengan Dewan Keamanan PBB.
"Kita ingin memperkuat ekosistem perdamaian dan stabilitas dunia dengan memperkuat budaya penyelesaian konflik secara damai. Kemudian kita ingin memperkuat sinergi antara organisasi kawasan dan Dewan Keamanan PBB," ujarnya.
Selain itu, Indonesia juga akan menawarkan pendekatan yang lebih menyeluruh dalam menangani kejahatan lintas batas, termasuk kejahatan terorisme yang menjadi masalah bersama negara-negara di dunia.
“Kita ingin meningkatkan pendekatan komprehensif dalam menangani kejahatan lintas batas termasuk di dalamnya terorisme. Serta kita ingin menyinergikan upaya menciptakan perdamaian dengan pencapaian agenda pembangunan 2030," tandasnya.
Bogor, 12 Juni 2018
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Bey Machmudin
Trump Kibarkan Perang Dagang dengan RI
Donald Trump (Foto: REUTERS/Win McNamee)
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan peringatan kepada Indonesia agar berhati-hati dalam hubungan perdagangan. Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan, Trump telah berencana mencabut perlakuan khusus terhadap Indonesia di bidang perdagangan.
"Trump sudah memberi kita warning. Kita bicara sama dia mengenai beberapa aturan mengenai special treatment tarif yang dia kasih ke kita mau dicabut, terutama tekstil," ungkap Sofjan di Permata Kuningan, Jakarta, Kamis (5/7).
Menurutnya, ekonomi AS memang sedang membaik. Namun, di sisi lain, hal tersebut menurut Sofjan membuat Trump menjadi bersikap seenaknya terhadap negara lain. Kini, Indonesia pun berpotensi menghadapi perang dagang dengan AS.
Donald Trump. (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
"Ekonomi AS bukan main pertumbuhannya. Mal penuh, restoran penuh, pengangguran paling kecil dan dia berbuat seenaknya. Dia akan melakukan apakah besok jadi perang dagangnya atau tidak," ujarnya.
Ditemui di kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga menyatakan hal serupa. Menurut Haryadi, Trump bakal menerapkan perang dagang tidak hanya dengan China. Namun juga dengan semua negara yang memberikan ancaman defisit. Bahkan menurut Hariyadi, fasilitas preferensi bea masuk (Generalized System of Preferences/GSP) untuk tekstil sudah dicabut.
“Jadi memang ini tantangan ke kita. Yang saya tahu tekstil ya, tekstil sudah dicabut sejak Januari lalu. Udang dan kepiting saya enggak begitu yakin ya karena kita masuk ke AS mungkin tidak sebesar Vietnam atau yang lainnya. Memang secara keseluruhan Trump melihatnya ya
https://babe.topbuzz.com/a/6574741982977982978?user_id=6349798746343080968&language=id®ion=id&app_id=1245&impr_id=6575001941909178625&gid=6574741982977982978&c=wa