Showing posts with label Menteri Sri Mulyani. Show all posts
Showing posts with label Menteri Sri Mulyani. Show all posts
Friday, January 11, 2019
SUTAMI, SRI MULYANI DAN JOKOWI
Tulisan Prof Agus Budiyono, alumni ITB & MIT (Massachusetts Institute of Technology, Amerika)
"SUTAMI, SRI MULYANI DAN JOKOWI"
Saya dididik dan dibesarkan di sebuah lingkungan khusus di Amerika yang membuat saya tidak mudah gumunan. Di kelas sy setiap orang praktis adalah pelajar terbaik di negaranya. Di departmen sy ada pelajar terbaiknya Imperial College-London, juaranya Tokyo Tech, nomor satunya Seoul National University dsb. Rata-rata IQ di kisaran 150 dan bila orang asing, TOEFL di sekitar 648 (sekitar betul semua), dan pada ujian tertentu sebagian besar adalah pemegang patent di bidangnya. Lab mereka pada zamannya mengembangkan teknologi yang meresponse serangan Jepang di Pearl Harbor yang membantu memenangkan Amerika di Perang Dunia. Rombongan yang datang sebelumnya adalah kelompok kunci yang menjawab tantangan Soviet yang meluncurkan Sputnik dan menempatkan manusia pertama di ruang angkasa. Selang beberapa tahun kemudian Amerika mampu mendaratkan manusia di Bulan. Kelompok seangkatan saya adalah yang mampu melahirkan perusahaan sekelas Google dan Amazon. Yang menjadi motor utama industri di Route 95 (pantai timur) dan Silicon Valley (pantai barat). Capaian semua ini saya anggap wajar dan biasa saja, pas dan sesuai dengan arus, latar belakang dan milleunya.
Namun demikian dalam setting di tanah air, saya justru menemukan beberapa fenomena yang membuat saya kagum. Bisa Gumun kali ini. Bilamana pencapaian orang-orang MIT itu saya anggap luar biasa, maka apa yang saya kagumi di Indonesia justru bahkan lebih dari luar biasa. Different league. Different level.
Sy ingin mengkristalisasi rasa kagum dan hormat ini dengan tiga figur yang saya jadikan judul di atas. Hanya kebetulan saja, sekali lagi, ketiganya sama-sama dari Jawa dengan latar belakang budaya dan filosofi yang saya pahami. Ketiganya orang-orang hebat yang menggunakan filosofi: "nglurug tanpa bala, sugih tanpa banda dan menang tanpa ngasorake." Saya jauh mengagumi beliau-beliau ini dibandingkan apa yang saya lihat dan alami sendiri di almamater saya. Kenapa?
Orang-orang MIT itu hebat dan lingkungannya memahami mereka dan oleh karena itu mereka bisa mengapresiasinya. Oleh karena itu wajar dan malah expected. Sementara itu ketiga figur yang saya kagumi berada di lingkungan dimana orang-orang yang justru dibantu dimakmurkan ekonominya, yang menggunakan kemudahan yang mereka ciptakan dan menikmati suasana kondusif (ipoleksosbud hankam) yang mereka perjuangkan, banyak yang tidak paham. Boro-boro menghormati. Namun demikian, ini yang saya kagum dan perlu banyak belajar, mereka semua tidak bergeming. Diremehkan juga tenang saja. Dicaci maki juga tidak gusar. Difitnah sana sini, juga tetap sabar. Pendeknya ketiganya mewakili, saya sebut dengan bangga dan haru, kualitas penduduk nusantara yang unggul dan mumpuni. Kewl dan kewreeen. Pantas untuk menjadi pemimpin dan memimpin bangsa sebesar Indonesia dengan semua kompleksitasnya.
Masing-masing berkontribusi pada bidang keahlian yang berbeda. Juga mempunyai jalur karir yang sama sekali beda. Namun ada kesamaan benang merah dari ketiganya. Kesamaan yang distinct and unmistakeable. Dalam pengamatan saya, ketiga figur adalah orang-orang yang lurus. Orang yang lempang hatinya. Figur yang hatinya tidak terbeli dengan kekuasaan dan kekayaan. Figur yang bisa menjadi panutan dan teladan dalam hiruk pikuk perubahan global yang serba cepat. Dunia berubah. China dan Amerika berubah. Eropa berubah. Di masa yang tidak terlalu jauh, China akan menjadi ekonomi no 1, menggeser Amerika yang turun jadi no 2. China tidak akan menjadi negara berpenduduk terbanyak, posisinya diganti India. Indonesia dalam konstelasi tersebut, diprediksi akan menjadi ekonomi no 5. Negara makmur, tidak ada penduduk yang berkategori miskin. Bangsa Indonesia perlu pegangan dalam lingkungan yang serba berubah cepat ini.
Saya merasa sosok Sutami, SMI dan Jokowi adalah mercusuar di tengah ketidakpastian gelombang laut dalam langit yang kelam. Bisa diandalkan untuk menjadi pegangan dalam menentukan arah. Ketiga figur tersebut, nilai-nilai hidupnya selayaknya dicontoh, diteladani dan diambil pelajarannya untuk generasi sekarang dan utamanya generasi millenials, Y dan Z. Figur yang berprestasi tinggi, dengan pengakuan dunia, tapi tetap tawadu’ dan rendah hati. Figur yang tidak serakah, tidak tamak dengan kekuasaan, tidak menyodor-nyodorkan anak-anaknya, istri atau suaminya, saudara-saudaranya, untuk ikut memanfaatkan kemudahan-kemudahan, privilege atau keistimewaan dari jabatan atau pun bahkan pengaruh yang mereka punya.
Siapa orang Indonesia tidak kenal dengan Menteri Sutami, menteri termasyhur dalam sejarah NKRI? Sutami, berkat reputasinya, adalah satu2nya menteri era Soekarno yang tetap dipilih oleh Soeharto di kabinetnya. Hidupnya lurus lempang tidak ada cacat. Empat belas (14) tahun menjadi menteri tapi tidak mempunyai rumah sendiri. Pernah listriknya diputus karena terjadi tunggakan. Pak Jokowi juga menjadi presiden pertama RI yang mendapatkan recognisi dan strong opinion tentang komitmennya menciptakan pemerintahan yang bersih. Hal ini karena beliau benar-benar walk the talk. Bukan lamis-lamis lambe. Bukan NATO. Menerapkan dalam kesehariannya. PM Mahathir menyebutnya secara khusus standar Jokowi “reaching the unprecendented level” dalam sejarah Indonesia. Penting ini karena datang dari tetangga sebelah yang tahu rumah tangga kita. Pemimpin bisnis terdepan China, Jack Ma, juga memberikan pujian kepada Jokowi tentang resiliencenya dalam menghadapi badai fitnah. Begitu juga dengan pemimpin-pemimpin dari Korea yang langsung saya dengar sendiri. Mereka semua all in kepercayaannya kepada Jokowi. Mereka mengatakan bila Indonesia bisa dijaga untuk tetap bisa memunculkan pemimpin seperti Jokowi maka memang sudah keniscayaan Indonesia akan menjadi salah satu dari 4 adidaya dunia. Beberapa pemimpin Korea, saya tahu peris karena langsung membantu, sudah menaruh uangnya di pasar investasi Indonesia. Orang Korea, bahkan dalam level pemimpin, saja percaya. Masak kita yang asli orang Indonesia tidak?
Saya tidak heran, bila selama perjalanan bisnis terakhir saya ke Seoul selama lima hari bertemu dengan pimpinan 16 perusahaan besar Korea. Mereka semua, semuanya, bertanya dan ingin memastikan pemerintah sekarang berlanjut ke periode berikutnya. Saya mengatakan dan mengafirmasi dari big data saya, jawabannya YA. Saya mahfum dari pengamatan saya mengajar dan mendirikan bisnis di sana selama 8 tahun, bahwa pemerintah yang bisa menciptakan iklim bisnis yang certain, yang pasti, sangat diharapkan untuk keberlanjutan bisnis dan investasi jangka panjang. Prinsip ini sebenarnya yang menjadi sokoguru Keajaiban Ekonomi Korea (The Mirable of Han River). Dunia bisnis tidak menyukai kecenderungan kepada hal yang serba tidak pasti. Yang abu-abu dan tidak jelas juntrungnya. Yang perlu maneuver pat pat gulipat. Pong pong garengpong. Ini semua dibersihkan ketika figur seperti Jokowi dan Sri Mulyani menjadi pimpinan. Tujuannya adalah menciptakan iklim bisnis dan investasi yang mempunyai kepastian. Yang sehat dan saling memakmurkan dalam semangat kolaborasi dan bahu-membahu antar komponen bangsa bahkan antar bangsa.
Kemarin sy menghadiri dan mengikuti dengan seksama paparan Kepala Bappenas, Professor Bambang S Brodjonegoro, di Fairmont Jakarta, berisi “Sosialisasi Visi Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur. Banyak faktor disebut sebagai prerequisite agar Visi Indonesia 2045 bisa terwujud. Bagi saya yang paling penting adalah SDM yang perlu disiapkan untuk menjadi pemimpin Indonesia. Haruslah sosok-sosok yang tidak hanya cerdas, tapi juga bermoral dan berakhlak yang baik. Yang bisa amanah bila diberi mandat dan kepercayaan.
Figur seperti Sutami, Sri Mulyani Indrawati dan Jokowi.
P.S.
Mohon bantu dishare dan disebarluaskan ke berbagai kalangan terutama generasi penerus. Kita bersama saling mengingatkan dalam kebaikan. Menjaga agar suasana Indonesia sehat dan kondusif. Akan baik bila ajakan ini bisa dibaca jutaan orang Indonesia demi pendidikan karakter bangsa.
Thursday, January 3, 2019
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan kita, saat menyalami Presiden dengan kedua tangannya dan menjabatnya erat sekali
Saya senang melihat ekspresi bu Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan kita, saat menyalami Presiden dengan kedua tangannya dan menjabatnya erat sekali: begitu bahagia, girang bukan kepalang. Seperti ada beban yang lepas . Bak anak-anak, yang naik kelas ranking pertama, menyalami bapaknya yang mendukungnya habis-habisan. Bahagiaaa sekali!
Lengkap. Presiden yang hebat, memiliki ‘kasir’ negara yang jenius, tegas, sangat berpengaruh dan -jangan lupa-bersih!
Bu Sri melaporkan, bahwa sampai akhir tahun 2018, penerimaan negara mencapai 100 persen! Sesuai target APBN - 1.894,72 triliun.
Dengan belanja negara mencapai 2.220 triliun, memang masih ada selisih, hanya -dibawah 2%- itu sudah aman. Sangat bagus.
Bak ibu rumah tangga, yang melaporkan pada suaminya: tak terjadi besar pasak dari tiang, cukup makan dan kenyang, anak-anak tenang. Ini prestasi -akhir tahun- yang -SANGAT- luar biasa, membawa optimisme di awal tahun 2019.
Dulu, pernah Bu Sri menghadapi cecaran anggota dewan saat kasus Bank Century meledak, ia hadir dengan menggenggam tasbih. Bu Sri butuh kekuatan ekstra karena ada beberapa hal -yang sebetulnya ia tidak berkenan - dan menjawab semua pertanyaan dengan suara bergetar, bahwa yang ia lakukan semata karena tugas dalam kewenangannya, “kalau ada rumah yang terbakar, dan berpotensi untuk membakar seluruh kampung, ya, harus segera dipadamkan. Perkara di dalam rumah itu ada pencurinya, ya, tangkap saja!”
Di akhir pemeriksaan, ia seperti menyindir, bahwa di dalam pemerintahan ada orang-orang, “yang melakukan perkawinan tidak normal!”
Seperti kecewa, ketika ada tawaran dari Bank Dunia untuk posisi Direktur Pelaksana, dan berkantor di Washington, AS, ia pun segera menyabetnya. Dan terbang meninggalkan tanah air yang hingar bingar waktu itu.
Bu Sri baru mau kembali ke tanah air setelah Pak Jokowi menjadi Presiden dan memintanya pulang untuk sama-sama mengabdi.
Bu Sri setuju.
Bisa jadi ia melihat sosok Joko Widodo, yang sederhana dan bersih, yang anggota keluarganya tak ada yang main mata pada pemerintah, yang membuatnya mau kembali.
Ia melihat sosok Presiden yang total melayani!
Wanita kelahiran Bandar Lampung, 26 Agustus 1962 ini sangat berpengaruh. Saya masih ingat betapa Pelaku Pasar di Pasar Bursa, seperti diam menanti kabar jadi tidaknya Bu Sri pulang. Keadaan sempat lesu dan langsung bergairah manakala ia benar-benar muncul di Jakarta!
Percayalah, tak banyak orang memiliki pengaruh seperti ini. Hanya hitungan jari, itu pun sebelah tangan.
Bu Sri tegas dan galak, ia menegur pejabat-pejabat daerah yang kerap keluyuran ke ibukota hanya untuk mengecek dan memonitor kapan dana-dana khusus bagi daerahnya akan cair. Pejabat ini malah tidak bekerja. Meninggalkan pos dan menghamburkan uang negara!
Ia mereformasi struktur di Kementerian Keuangan, Pajak, Bea dan Cukai, menjadi lebih ramping dan transparan. Tak segan ia menyebut -pengkhianat- bagi para pejabat yang selingkuh dan merusak kepercayaan yang diberikan negara.
Dikenal bersih. Pernah, suatu hari, seorang Gubernur masuk ruangannya membawa kopor-kopor besar penuh uang –dollar-, Bu Sri menahan diri agar tidak emosi, dan berkata lembut seperti layaknya wanita terpelajar, “kali ini, saya anggap Bapak salah masuk, lain kali (kalau memaksa datang lagi dan mencoba menyuap) saya akan telepon KPK. Monggo, Pak, pintu (keluar) ada di sebelah kanan” , si Gubernur langsung ngacir!
Bu Sri hidup cukup dengan gajinya sebagai menteri, yang berkisar –hanya- 20 an juta per bulan. Hidup sederhana, seperti Presidennya. Atau seperti Pak Basuki Hadimulyno, Menteri PUPR, yang tetap naik pesawat komersial kelas ekonomi kemana-mana, meskipun kantor kementriannya menggenggam proyek senilai lebih 400 triyun.
Ia hanya mau mengabdi pada negara yang telah membesarkannya, tempat anak-anaknya tumbuh hingga dewasa.
Bu Sri meninggalkan gajinya yang hampir mencapai 1 milyar di Bank Dunia, agar kita-kita bisa hidup tenang, dan bekerja dengan penuh semangat di dalam negara yang sehat secara finansial.
Selamat Tahun baru, kawan semua, selalu semangat, dan optimis, karena kita memiliki para pemimpin yang telah bekerja dengan luar biasa!
Salam tanggal 01 bulan 01
Gunawan Wibisono