Latest News

Monday, October 8, 2018

6 Sinetron Kampanye Capres Penculik, Membodohi Warga Demi Kuasa



6 Sinetron Kampanye Capres Penculik, Membodohi Warga Demi Kuasa

By: Alifurrahman
October 3, 2018

Pilpres 2019 menjadi sebuah anomali. Jauh lebih buruk dari Pilpres 2014. Karena seorang penculik dan pembunuh berpasangan dengan penipu yang licik. Dengan segala citra dan sinetron yang dibangun, sebagian masyarakat kita akhirnya bisa dikelabuhi.

Sinetron pertama muncul saat ijtima ulama menghasilkan rekomendasi Cawapres. Dengan segala tipu daya uang berkardus-kardus, akhirnya yang dipilih adalah orang yang tidak paham sama sekali soal agama. Dengan tipu muslihatnya, semua partai ditipu. Ulama pun hanya dijadikan bedak politik. Hal ini menjadi lebih buruk ketika PKS melabeli sang Cawapres sebagai ulama. Gila!

Sinetron kedua adalah cerita bohong Bu Lia. Yang menurut cerita sang Cawapres, uang 100 ribu rupiah hanya bisa beli bawang dan cabe. Kebohongan dan propaganda ini pun membuat muak masyarakat. Sehingga masyarakat bergerak dan membuat daftar belanjaannya di sosial media masing-masing, membantah bahwa uang 100 ribu tidak hanya untuk beli bawang dan cabe.

Sinetron ketiga adalah tempe setipis ATM. Dengan segala propaganda dan kelicikan sang Cawapres, masyarakat bawah diklaim kesulitan karena tempenya sudah sangat tipis. Padahal itu hanya propaganda licik.

Sinetron keempat adalah skenario tanya jawab, seorang ibu-ibu disusupkan ke tengah-tengah warga. Dan ketika dia curhat, bahwa hanya bisa makan keong, seolah-olah itu mewakili seluruh kesulitan dan penderitaan masyarakat.

Setelah puas melakukan propaganda menyerang pemerintah, mereka kini mengubah strategi dengan menyerang diri sendiri, dengan harapan bisa mendapat simpati masyarakat.

Munculah sinetron kelima, membuat website skandal yang berisi fitnah murahan, perselingkuhan dan seks. Dibuat seolah-olah menyerang dan memfitnah sang Cawapres. Padahal itu semua dibuat oleh tim mereka sendiri.

Sehingga jangan heran kalau tim kampanye Capres penculik dan pembunuh, serta Cawapres penipu dan licik itu tak pernah mau melaporkan web tersebut ke polisi. Karena memang itu orang-orang mereka sendiri. Sebaliknya, mereka terus memainkan peran seolah-olah didzolimi, difitnah dan sebagainya.

Justru yang peduli dengan web skandal tersebut dan meminta Menkominfo untuk segera menututpnya, adalah kelompok relawan dan tim kampanye Jokowi Amin.

Sinetron keenam, pengeroyokan kepada nenek-nenek tua. Dengan segala skenarionya, si nenek-nenek tua yang katanya vokal dan kritis itu diceritakan telah dikeroyok oleh 3 orang tak dikenal. Padahal kita tahu nenek tersebut sudah terlalu tua renta, yang tanpa dikeroyok pun dia sudah naudzubillah.

Tapi namanya juga sinetron, cerita pun dibuat meyakinkan. Semua elite partai pendukung Capres penculik dan pembunuh itu berbondong-bondong membenarkan. Memang terjadi pengeroyokan. Demi sebuah kekuasaan, semua kompak menipu masyarakat awam yang tak paham bedanya wajah dipukuli dan wajah pasca perawatan dan pengencangan kulit untuk orang-orang yang sudah tua renta.

Sinetron ini berhasil mengalahkan berita gempa tsunami di Palu, yang telah menewaskan ribuan korban jiwa. Berhasil membangun citra seolah-olah pemerintahan Jokowi semena-mena, relawannya anarkis, dan sebagainya. Sebagian orang yang beriman pada PKI akan berpikir bahwa ini adalah ulah PKI.

Masyarakat tak peduli dengan klarifikasi, penjelasan dan analisis. Yang mereka tahu muka si nenek tua itu hancur berantakan seperti kerupuk terinjak gajah. Apalagi hal ini dikuatkan dengan konpres, oleh Capres, Cawapres, dan seluruh elite partai politik di belakangnya yang kompak menganggap sinetron tersebut adalah nyata.

Kaget? Saya pribadi tidak. Toh sebelumnya si Capres juga pernah mengklaim bahwa cerita dalam novel fiksi Indonesia bubar 2030 sebagai sebuah penelitian dan jurnal ilmiah. Mereka sudah biasa melakukan itu. Mereka sudah biasa membohongi, menipu dan memprovokasi masyarakat dengan cara-cara licik seperti itu.

Semua sinetron dan skenario bohong-bohongan ini telah terjadi, dan ke depan kita akan menerima lebih banyak sinetron dan skenario lagi. Jika ada yang menganggap lebih buruk dari Pilpres 2014, iya. Tapi sebenarnya cara-cara mereka sama saja. Menggunakan seluruh sisi negatif dari Capres dan Cawapresnya, untuk dieksploitasi dan difitnahkan ke Jokowi Amin.

Pada Pilpres 2014, Jokowi difitnah cina, kafir, anti islam dan tidak bisa shalat. Dan semua yang difitnahkan ke Jokowi adalah fakta serta kelemahan dari si Capres duda. Lalu sekarang setelah bosan dengan cina, kafir dan sebagainya, mereka main fitnah baru. Tim kampanye mereka tahu betul kalau cerita pembunuhan dan penculikan yang pernah dilakukan oleh Capresnya, adalah point krusial yang membuat sang Capres kalah berkali-kali. Sehingga inilah yang terjadi sekarang, fitnah anarkis, penculikan dan pengeroyokan ditembakkan ke pemerintahan Jokowi dan relawan-relawannya.

Sebagai manusia, saya tak pernah terpikir akan ada sekelompok orang yang begitu kompak membuat propaganda seperti ini. Tapi faktanya inilah yang terjadi sekarang. Sehingga wajar kalau sekarang kita jadi bertanya-tanya, jika mereka melakukan segala propaganda ini hanya untuk sebuah kekuasaan, lantas pemerintah seburuk apa yang akan mereka bentuk? betapa suramnya Indonesia kalau sekumpulan manusia buruk ini berkuasa?

Sebagai penutup, saya jadi teringat dengan Abraham Lincoln. "Kamu bisa membohongi semua orang beberapa saat. Kamu bisa membohongi sebagian orang setiap saat. Tapi kamu tidak bisa membohongi semua orang setiap saat." Semoga kalimat ini masih relevan di Pilpres 2019. Begitulah kura-kura. #JokowiLagi

No comments:

Post a Comment

Tags